Rektor Uncen Masuk Anggota Tim PPHAM

JAYAPURA | PAPUA TIMES- Presiden Joko Widodo membentuk Tim Penyelesaian Non Yudisial Pelanggaran Hak Asasi Manusia yang berat Masa Lalu (PPHAM) melalui Keputusan Presiden Nomor 17 Tahun 2022. Salah satu anggota tim pelaksana PPHAM tersebut adalah rektor Universitas Cenderawasih (Uncen), Apolo Safanpo.

Tim PPHAM terdiri atas tim pengarah dan tim pelaksana. Tim Pengarah dipimpin Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam).

SIAPA CALON GUBERNUR PAPUA 2024-2029,PILIHAN ANDA?

View Results

Loading ... Loading ...

Adapun anggota tim pengarah terdiri atas Menteri Koordinator Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Menteri Sosial, serta Kepala Staf Kepresidenan.

Keppres tersebut resmi menunjuk Makarim Wibisono sebagai Ketua Tim Pelaksana. Adapun anggota tim pelaksana PPHAM beranggotakan Ifdhal Kasim, Suparman Marzuki, Apolo Safanpo, Mustafa Abubakar, Harkristuti Harkrisnowo, As’ad Said Ali, Kiki Syahnakri, Zainal Arifin Mochtar, Akhmad Muzakki, Komaruddin Hidayat, dan Rahayu.

Dalam Kepres tersebut, pada pasal 3 disebutkan Tim Pelaksana PPHAM mempunyai tiga tugas yakni
1. Melakukan pengungkapan dan upaya penyelesaian non-yudisial pelanggarara Hak Asasi Manusia (HAM) yang berat rnasa lalu berdasarkan data dan rekomendasi yang ditetapkan Kornisi Nasional Hak Asasi Manusia sarnpai dengan tahun 2O2O;
2. Merekomendasikan pernulihan bagi korban atau keluarganya; dan
3. Merekomendasikan langkah untuk mencegah pelanggararL hak asasi manusia yang berat tidak terulang lagi di rnasa yang akan datang.

“Rekomendasi pemulihan bagi korban keluargarya sebagairnana dimaksud dalarn Pasal 3 dapat berupa rehabilitasi fisik, bantuan social, jaminan kesehatan, beasiswa dan rekornendasi lain untuk kepentingan korban atau keluarganya,”bunyi pasal 4 kepres tersebut.

Wakil Ketua I DPR Papua, Yunus Wonda mengapresiasi Presiden Joko Widodo membentuk tim PPHAM tersebut. Dan berharap tim tersebut dapat membantu menyelesaiakan masalah-masalah HAM berat d Bumi Cenderawasih.

“Kasus pelanggaran HAM di Papua ini, sudah terjadi sejak tahun 1960-an hingga sekarang dan menjadi satu akar masalah di Papua seperti hasil penelitian LIPI. Makanya dengan Keppres PPHAM ini, menunjukkan keseriusan Presiden untuk menyelesaikan masalah di Papua,” kata Wonda di Jayapura.

Menurutnya, tim pelaksana PPHAM perlu didukung untuk mendorong penyelesaian kasus-kasus HAM berat seperti HAM di Wamena, Biak, Wasior, Paniai dan lainnya, belum terselesaikan.

Sementara itu, Ketua Kelompok Khusus DPR Papua, Jhon NR Gobai menilai keberadaan Tim PPHAM bisa bekerja untuk menyelesaikan berbagai persoalan HAM berat di tanah air, namun untuk Papua diperlukan kebijakan lain.

Kata Gobai, untuk penyelesaian kasus-kasus HAM berat di Papua, pemerintah harus membentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) dan Pengadilan HAM Ad Hoc sebagaimana diamanatkan Undang-Undang Otonomi Khusus (Otsus) Papua.
Sebelumnya, Gubernur Papua, Lukas Enembe menugaskan Universitas Cenderawasih Jayapura untuk melakukan kajian serta penyiapan draft, terkait pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sebagaimana amanat pasal 46 dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otsus bagi Papua.
Dan pada Juni 2022 lalu, Tim Uncen secara resmi menyerahkan naskah akademik tentang rancangan pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Papua.

Penyerahan Naskah Akademik itu oleh Guru Besar Fakultas Hukum Uncen, Prof. Dr. Melkias Hetharia, S.H., M.A., M.Hum kepada Gubernur Lukas Enembe,SIP,MH, disela-sela acara Ramah Tamah Keluarga Besar Uncen dan Gubernur Papua, Senin (13/Juni/2022) disaksikan Rektor Universitas Cendrawasih, Dr. Ir. Apolo Safanpo, S.T., M.T, Kepala Badan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BPSDM) Papua, Aryoko AF Rumaropen,SP,M.Eng dan Pembatu Rektor, Dekan dan Civitas Akademika Uncen.

Pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR), sebagaimana amanat pasal 46 dalam UU No. 21 Tahun 2001 tentang Otono Khusus bagi Papua. Keberadaan KKR ini diharapkan dapat menyelesaikan kasus-kasus HAM berat yang terjadi di Tanah Papua dan rekonsiliasi.

Guru Besar Hetaria optimis pembentukan KKR ini dapat terwujud karena mendapat respon positif dari Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Kemenko Polhukam), Kepala Staf Presiden (KSP) dan Menteri Hukum dan HAM. “Kami tim telah bertemu Kemenkopolhukam, Kepala KSP dan Menteri Hukum dan HAM dan mendapat dukungan dan respon positif untuk pembentukan KKR ini,”jelasnya.

Editor | TIM

Komentar