JAKARTA | Kasus pengelembungan suara calon gubernur dan wakil gubernur Papua di Distrik Jayapura Selatan akhirnya menelan korban. Ketua dan 2 anggota Komisi Pemilihan Umum (KPU) Kota Jayapura terpaksa diberhentikan karena tidak profesional menyelesaikan kasus tersebut.
Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) dalam rilis resminya menyebutkan pada Senin 30 Juni 2025, DKPP menggelar sidang pembacaan putusan tujuh perkara di Ruang Sidang DKPP Jakarta. Salah satunya, perkara KPU Kota Jayapura.
Dalam putusannya, DKPP menjatuhkan sanksi Pemberhentian Tetap kepada Ketua dan dua Anggota KPU Kota Jayapura karena terbukti melanggar Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP).
Sanksi tersebut dibacakan oleh Ketua Majelis Heddy Lugito dalam sidang pembacaan putusan sebanyak tujuh perkara di Ruang Sidang DKPP Jakarta, pada Senin 30 Juni 2025.
“Menjatuhkan Sanksi Pemberhentian Tetap kepada Teradu I, Marthapina Anggai, selaku Ketua merangkap Anggota KPU Kota Jayapura; Teradu II, Ance Wally; dan Teradu III, Benny Karubaba,masing-masing selaku Anggota KPU Kota Jayapura terhitung sejak putusan ini dibacakan,” ungkap Ketua Majelis Heddy Lugito saat membacakan putusan perkara nomor 74-PKE-DKPP/II/2025.
Dalam perkara ini, DKPP berpendapat berdasarkan uraian bukti dan fakta dalam sidang pemeriksaan terdapat keberatan saksi salah satu pasangan calon yang tidak diselesaikan oleh para teradu baik di tingkat distrik maupun tingkat KPU Kota Jayapura.
Selain itu, para teradu tidak melaksanakan rekomendasi Bawaslu kota Jayapura serta saran KPU Provinsi Papua selaku atasan langsung para teradu, terkait petunjuk bahwa telah terjadi peristiwa penggelembungan suara untuk salah satu paslon.
“Atas peristiwa penggelembungan suara tersebut, Para Teradu selaku penyelenggara pemilu justru membiarkan peristiwa penggelembungan suara tanpa memberi penyelesaian dengan menggembalikan seperti keadaan semula, padahal sudah diberi rekomendasi oleh Bawaslu Kota Jayapura dan saran dari KPU Provonsi Papua,” tutur I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, selaku Anggota Majelis.
Selain itu, Raka Sandi juga menyampaikan bahwa tindakan para teradu yang tidak melakukan penyandingan data dan perbaikan perolehan suara terhadap penggelembungan suara untuk salah satu paslon, merupakan pelanggaran etik berat. Hal itu dikarenakanpara teradu dengan sadar sudah membiarkan pelanggaran pemilu terjadi yang merugikan pasangan calon lain dalam Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Tahun 2024.
Para teradu yang terikat oleh hukum dan etika dengan sadar membiarkan pelanggaran yang terjadi dihadapannya tanpa melakukan tindakan apapun untuk mengembalikan perolehan suara sebelum dilakukan penggelembungan suara.
“Berdasarkan uraian pertimbangan tersebut, terdapat cukup alasan bagi DKPP untuk menjatuhkan sanksi berat kepada Para Teradu sesuai dengan hukum dan etika penyelenggara pemilu,” pungkasnya.
Dalam sidang kali ini, DKPP membacakan putusan untuk tujuh perkara yang melibatkan 38 penyelenggara pemilu sebagai teradu. Sanksi yang dijatuhkan yakni Pemberhentian Tetap (3), Pemberhentian dari Jabatan Ketua (1), dan Peringatan Keras Terakhir (1). Serta terdapat 5 penyelenggara pemilu tingkat Ad Hoc yang sudah berkahir masa jabatannya dinyatakan Tidak Layak Menjadi Penyelenggara Pemilu. Sementara itu, terdapat 29 penyelenggara Pemilu yang dipulihkan nama baiknya atau mendapat rehabilitasi karena tidak terbukti melanggar KEPP.
Sidang putusan ini dipimpin oleh Ketua Majelis Heddy Lugito. Anggota Majelis diduduki oleh J Kristiadi, I Dewa Kade Wiarsa Raka Sandi, dan Muhammad Tio Aliansyah.
Editor | HASAN HUSEN | PAPUA GROUP
Komentar