JAKARTA | Pemerintah melalui Kementerian Pertanian (Kementan) mengungkapkan temuan mengejutkan terkait praktik curang dalam peredaran beras di pasar. Menteri Pertanian Andi Amran Sulaiman menyatakan bahwa sebanyak 212 dari 268 merek beras yang ditelusuri tidak memenuhi ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang telah ditetapkan pemerintah.
Dari hasil uji laboratorium yang dilakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan Agung, Badan Pangan Nasional, dan berbagai lembaga pengawas lainnya, ditemukan bahwa:85,56% beras premium tidak sesuai mutu. 59,78% dijual di atas harga eceran tertinggi (HET) dan 21% tidak sesuai dengan berat yang tercantum pada kemasan.
“Ini sangat merugikan masyarakat. Praktik seperti ini tidak bisa ditoleransi. Negara tidak boleh kalah dengan mafia pangan,” tegas Mentan Amran dalam keterangan resminya, Kamis 27 Juni 2025.
Salah satu temuan paling mencolok adalah pengemasan ulang beras subsidi SPHP menjadi beras premium yang dijual dengan harga jauh lebih tinggi.
Padahal, beras SPHP diperuntukkan bagi masyarakat menengah ke bawah dan harus dijual dengan harga terjangkau.“Potensi kerugian akibat penyimpangan ini bisa mencapai Rp 99 triliun. Ini bukan hanya pelanggaran bisnis, tapi juga kejahatan terhadap rakyat dan negara,” ujar Amran.
Amran menyatakan bahwa sebanyak 212 merek beras dari total 268 merek yang diperiksa diketahui tidak sesuai dengan ketentuan mutu, berat, dan harga eceran tertinggi (HET) yang ditetapkan pemerintah. Temuan ini telah dilaporkan secara resmi ke Kapolri dan Jaksa Agung untuk ditindaklanjuti.
“Temuan ini hasil kerja lapangan yang kami lakukan bersama Satgas Pangan, Kejaksaan, Badan Pangan Nasional, dan unsur pengawasan lainnya. Dari 13 laboratorium di 10 provinsi, kami temukan 85,56 persen beras premium tidak sesuai mutu, 59,78 persen dijual di atas HET, dan 21 persen beratnya tidak sesuai. Ini sangat merugikan masyarakat,” tegas Mentan Amran.
Mentan menjelaskan, anomali harga beras menjadi perhatian serius karena terjadi saat produksi nasional justru meningkat. FAO memperkirakan produksi beras Indonesia mencapai 35,6 juta ton pada 2025/2026, di atas target nasional 32 juta ton. “Kalau dulu harga naik karena stok sedikit, sekarang tidak ada alasan. Produksi tinggi, stok melimpah, tapi harga tetap tinggi. Ini indikasi adanya penyimpangan,” ujarnya.
Sementara itu, Sesjam Pidana Khusus Kejaksaan Agung, Andi Herman, yang hadir dalam konferensi pers menyatakan bahwa temuan ini merupakan peristiwa faktual yang melanggar berbagai regulasi, baik dari sisi mutu, harga, maupun distribusi pangan.
“Dari sisi hukum, ini merupakan praktik markup dan pelanggaran integritas mutu dan berat produk. Karena beras ini bagian dari komoditas subsidi negara, maka kerugian menjadi ganda, bagi negara dan rakyat. Kami mendukung penegakan hukum yang tegas sebagai bentuk efek jera dan perbaikan tata kelola,” kata Andi.
Senada, perwakilan Satgas Pangan Mabes Polri, Brigjen Helfi Assegaf menegaskan bahwa praktik pengemasan dan pelabelan yang menyesatkan merupakan pelanggaran serius terhadap UU Perlindungan Konsumen.
“Jika dalam dua minggu sejak hari ini, hingga 10 Juli 2025, masih ditemukan pelanggaran, kami akan melakukan tindakan hukum dengan ancaman hukuman 5 tahun penjara dan denda hingga Rp2 miliar,” tegas Helfi.
Dalam konferensi pers tersebut, pemerintah sepakat memberikan waktu dua minggu bagi pelaku usaha pangan untuk melakukan perbaikan dan menghentikan semua bentuk penyimpangan. “Kami tidak ingin rakyat terus dirugikan. Mulai hari ini, tidak boleh lagi ada beras di atas HET, mutu tidak sesuai, atau berat dikurangi. Kalau tidak patuh, bersiaplah berhadapan dengan hukum,” ujar Amran.
Menteri Amran juga mengajak seluruh pelaku industri beras untuk berbenah dan menjunjung tinggi etika usaha. “Mari kita koreksi bersama. Negara ini harus dijaga, pangan adalah soal hajat hidup orang banyak. Kalau terus dibiarkan, dampaknya sangat luas, dari daya beli rakyat hingga stabilitas ekonomi nasional,” katanya.
Pemerintah memberikan ultimatum tegas kepada para pengusaha beras agar segera mematuhi regulasi yang berlaku, khususnya terkait mutu, harga, dan kesesuaian informasi pada kemasan produk.
“Kami mencoba mengecek, bersama Satgas Pangan, Badan Pangan Nasional, Kepolisian, dan Kejaksaan. Ada anomali: harga di tingkat penggilingan turun, tetapi harga di konsumen naik. Kami temukan mutu tidak sesuai, harga melebihi HET, dan berat tidak pas,” tegas Menteri Andi Amran Sulaiman.
Editor | TIM | PAPUA GROUP
Komentar