Pemerintah Tetapkan 7 Hutan Adat Di Tanah Papua

SENTANI | PAPUA TIMES- Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia (KLHK-RI) menetapkan 105 hutan adat diseluruh Indonesia. Dari tersebut, tujuh diantaranya berada di Tanah Papua, yaitu enam hutan adat di Kabupaten Jayapura, Provinsi Papua dan satu hutan adat di Kabupaten Teluk Bintuni, Provinsi Papua Barat.

Pengakuan itu disampaiakn Muhammad Said, Direktur Penanganan Konflik Tenurial dan Hutan Adat KLHK-RI, Muhamad Said saat menjadi narasumber pada sarasehan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI, di Kampung Yokiwa Distrik Sentani Timur Kabupaten Jayapura Provinsi Papua, Selasa 25 Oktober 2022.

Hutan adat itu di Kabupaten Jayapura, yaitu : 1.Hutan Adat Marga Syuglue Woi Yansu 15.602,96 hektar, 2.Hutan Adat Yano Akrua 2.177,18 hektar, 3.Hutan Adat Yano Meyu 411,15 hektar, 4.Hutan Adat Yosu Desoyo 3.392,97 hektar, 5.Hutan Adat Yano Wai 2.593,74 hektar, 6.Hutan Adat Takwobleng 404, 9 hektar.

“Sedangkan satu lagi, SK hutan adat Ogoney di Distrik Merdey, Kabupaten Teluk Bintuni, Papua Barat seluas 16.299 hektar,”ungkapnya

Penyerahan surat keputusan 7 hutan adat dilakukan oleh Bambang Supriyanto, Dirjen Perhutanan Sosial dan Kemitraan Lingkungan, KLHK pada pembukaan Kongres Masyarakat Adat Nusantara (KMAN) VI, Senin (24/10) di Stadion Barnabas Youwe.

Muhammad Said menjelaskan bahwa perlu adanya rujukan-rujukan terbaru bagi pemerintah untuk pengakuan hutan adat oleh negara. Oleh karenanya, dengan KMAN VI diharapkan dapat menghasilkan rekomendasi dari seluruh masyarakat adat sehingga mendukung Kementerian KLHK

“Kami mengharapkan rekomendasi dari kongres masyarakat adat nusantara keenam mendorong apa saja yang menjadi persyaratan hutan adat bisa dipercepat dan dipenuhi oleh masyarakat adat,”ujarnya.

Ia menegaskan, para korporasi dan pemegang ijin di atas hutan adat harus berkolaborasi dengan pemilik wilayah adat atau pemegang atas hak hutan adat di wilayah yang telah ditetapkan sebagai Hutan Adat.

“Kami mengharapkan rekomendasi dari KMAN VI, mendorong apa saja yang menjadi persyaratan Hutan Adat bisa di percepat dan dipenuhi oleh masyarakat adat. Rekomendasi- rekomendasi yang dihasilkan Kongres Masyarakat Adat Nusantara KMAN VI Tahun 2022, menjadi rujukan Masyarakat Adat dan KLHK untuk mengeluarkan penerapan hutan -hutan Masyarakat adat di wilayah lain di Indonesia,”tandas Muhammad Said.

Bagi masyarakat adat di Kabupaten Jayapura, pengakuan dengan pemberian SK terhadap hutan adat ini, tidak datang dari Pemerintah tapi melalui perjuangan panjang selama sembilan tahun gerakan Kebangkitan Masyarakat Adat yang diprakarsai oleh Bupati Jayapura, Mathius Awoitauw, S.E, M.Si.

Di hari kebangkitan Masyarakat Adat Kabupaten Jayapura, Mathius Awoitauw, menyerahkan surat keputusan pengakuan wilayah adat untuk delapan komunitas adat di Kabupaten Jayapura. Ada wilayah adat Sawoi Hanya di Distrik Kemtuk Gresi, Yano Genyem Hamong (Distrik Nimboran), dan Yano Akrua (Distrik Nimboran). Kemudian, wilayah adat Yano Wai (Distrik Nimboran), Yano Imeno (Distrik Nimboran), Yano Meyu (Distrik Nimboran), Kusang Syuglue Woi Yansu (Distrik Kemtuk Gresi), dan Yosu Desoyo (Distrik Ravenirara).

Rukka Sombolinggi, Sekjen Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) mengatakan, progres pengakuan wilayah adat lambat padahal sudah lebih dari 20 juta hektar wilayah adat terpetakan. Kondisi ini, katanya, menjadi ancaman tersendiri bagi masyarakat adat nusantara.

“Ketangguhan kita sebagai masyarakat adat itu ditentukan oleh keutuhan wilayah adat,” katanya, dalam pembukaan KMAN VI yang berlangsung 24-30 Oktober 2022. Pembukaan sekaligus perayaan Hari Kebangkitan Masyarakat Adat IX di Kabupaten Jayapura.

Editor | TIM

Komentar