Pakar Hukum: Kejati Papua Wajib Tuntaskan Kasus Dana Desa Puncak Jaya

JAYAPURA | PAPUA TIMES- Kasus dugaan korupsi pengelolaan dana desa di Kabupaten Puncak Jaya, Papua tahun 2019 yang diindikasikan merugikan negara Rp160 miliar lebih, mendapat sorotan tajam dari berbagai elemen masyarakat. Oleh karena itu, Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua diminta untuk menuntaskan kasus tersebut.

SIAPA CALON GUBERNUR PAPUA 2024-2029, PILIHAN ANDA
  • Dr. BENHUR TOMI MANO | YERMIAS BISAI,S.H 53%, 55539 votes
    55539 votes 53%
    55539 votes - 53% of all votes
  • KOMJEN POL MATHIUS D FAKHIRI,SIK | ARYOKO RUMAROPEN 47%, 50051 vote
    50051 vote 47%
    50051 vote - 47% of all votes
Total Votes: 105590
26 November 2024
Voting is closed

Ketua Dewan Pimpinan Cabang (DPC) Peradi Kota Jayapura, Dr. Anthon Raharusun,SH,MH mengatakan penanganan kasus dugaan penyelewengan dana desa Kabupaten Puncak Jaya harus mendapat perhatian khusus dari Kejati Papua. Apalagi kasusnya sudah dilaporkan sejak tahun lalu.

“Apa yang dilaporkan 125 kepala kampung di Kabupaten Puncak Jaya itu harus mendapat respon dan perhatian khusus dari aparat penegak hukum (Kejati). Karena dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyelewengan anggaran negara ini sangat besar hingga mencapai 160 miliar lebih,”ungkap Raharusun yang dimintai pandangan hukumnya terkait kasus dana desa Puncak Jaya.

Anthon mengatakan banyak kasus korupsi di Papua yang dilaporkan masyarakat ke lembaga penegak hukum tetapi penanganannya tidak jelas dan terkesan dipetieskan karena banyak kepentingan.

Makanya dia menyarankan para kepala kampung dan masyarakat Puncak Jaya bekerjasama dengan lembaga pembela hukum independen untuk mengawasi dan mengawal penanganan kasus yang menyeret Bupati Puncak Jaya itu.

“Kalau bermain-main dengan kasus ini, kami siap memberikan pendampingan gratis kepada kepala kampung untuk mengawasi dan memproses kasus ini hingga tuntas,”ujarnya.

Anthon yang juga menjabat Direktur Papua Anti Corruption Investigation itu mengatakan langkah-langkah hukum yang segera dapat dilakukan 125 kepala kampung dan masyarakat Puncak Jaya terkait masalah ini antara lain mengawasi proses hukum yang sedang dilakukan Kejati Papua.

Dan juga menyiapkan seluruh data terkait dugaan penyalahgunaan wewenang dan penyelewenangan dana desa di Puncak Jaya sehingga mempermudah penyidik Kejati Papua memprosesnya hingga ke pengadilan.

“Intinya kasus ini sudah bergulir dan harus dikawal hingga diproses di meja pengadilan guna memberikan rasa keadilan bagi semua pihak,”katanya.

Mengenai putusan putusan Mahkamah Agung Nomor: 367 K/TUN/2019, 26 September 2019 dan Nomor: 412 K/TUN/2019, 24 Oktober 2019 untuk merehabilitasi harkat dan martabat, nama baik dan kedudukan 125 kepala kampung yang diganti secara sepihak oleh Bupati Puncak Jaya, Raharusun menjelaskan bahwa putusan tersebut sudah final, sehingga Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya wajib merehabilitasi harkat dan martabat, nama baik dan kedudukan 125 kepala kampung.

“Putusan MA bersifat mengikat sehingga Bupati Puncak Jaya harus melaksanakan putusan ini. Bupati jangan melawan negara. Jika Bupati mengambil keputusan lain diluar keputusan MA maka jelas bertentangan,”jelas pakar hukum Papua itu.

Dia mengingatkan bahwa kepala kampung adalah bagian dari aparatur pemerintah. Sehingga bupati tidak bisa secara otoriter dan sewenang-wenang mengambil keputusan menggantikan mereka.

“Dari sisi kewenangan dan prosedur, Bupati Puncak Jaya seharusnya patuh kepada putusan MA. Tapi apabila bupati mengambil tindakan dan keputusan yang berlawanan dengan keputusan MA maka sudah pasti bupati melanggar hukum,”tegas Raharusun.

Kasus dugaan penyelewengan dana desa tahun 2019 di Kabupaten Puncak Jaya, Papua, telah dilaporkan ke Kejaksaan Tinggi Papua dan ke Kejaksaaan Agung Republik Indonesia.

Indikasi kerugian negara dalam pengelolaan dana desa di kabupaten tersebut mencapai Rp160.587.294.800. Dengan rincian antara lain Dana Desa 125 Kampung Rp115.012.419.000, Alokasi Dana Desa (ADD) 125 Kampung Rp33.731.750.800, dan Bantuan Keuangan Dari APBD Provinsi Papua untuk 125 kampung Rp11.843.125.000.

Kasus ini bermula dari keputusan Bupati Puncak Jaya Yuni Wonda menggantikan 125 kepala kampung. Pergantian itu kemudian digugat ke Pengadilan Tinggi Tata Usaha Negara (PTUN) hingga ke Mahkamah Agung (MA) Republik Indonesia.

Dalam putusannya, Mahkamah Agung menolak gugatan Bupati Puncak Jaya. Dalam putusan MA Agung Nomor : 367 K/TUN/2019, 26 September 2019 dan Nomor : 412 K/TUN/2019, 24 Oktober 2019; menyatakan batal atau tidak sah serta mencabut Keputusan Bupati Puncak Jaya Nomor : 188.45/95/KPTS/2018 tentang Pengangkatan Kepala Kampung dan Sekretaris Kampung di Lingkungan Pemerintah Kabupaten Puncak Jaya Periode Tahun 2018 – 2024, tanggal 22 Juni 2018.

Bupati Yuni Wonda juga diperintahkan MA untuk merehabilitasi harkat dan martabat, nama baik dan kedudukan 125 kepala kampung yang diganti secara sepihak olehnya.

Editor | HANS BISAY

Komentar