Perhelatan Pemilihan Anggota Legislatif (Pileg) tinggal menghitung hari. Sebanyak 137 Calon Legislatif (Caleg) Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI ) dari Daerah Pemilihan (Dapil) Papua akan memperebutkan 10 kursi pada 17 April 2019 mendatang. Salah satu Caleg yang ikut dalam pertarungan ini ialah CAROLUS KIA KELEN BOLI, SE.MM dari Partai Demokrat Nomor Urut 5.
Sosok Carolus memang tidak asing di kancah politik Papua. Tugas dan perannya di DPD Partai Demokrat Papua selama belasan tahun ini sangat vital. Ia pernah mendampingi Lukas Enembe, SIP.MH, Gubernur Papua saat ini, menjadi Wakil Ketua I DPD Demokrat merangkap Pelaksana Harian DPD. Di dua periode belakangan, ia juga menjadi Sekretaris Umum DPD Demokrat Papua sambil bekerja mengawal aspirasi rakyat di DPR Papua selama 2009-2019 dan memimpin Komisi III yang membidangi Anggaran.
Lalu apa yang menjadi alasan dan visi misi apa yang dibawa Carolus hingga memilih bertarung menuju Senayan? Simak bincang-bincang Pemimpin Redaksi papuabangkit.com, Gusty Masan Raya dengan lelaki yang akrab dikenal Carolus Bolly ini di kediamannya, Kamis malam, 11 April 2019.
Sudah dua kali Anda duduk di DPR Papua. Apa alasannya sehingga Pileg kali ini memilih maju ke Senayan menjadi Caleg DPR RI?
Ya, pertama-tama, sudah pasti itu panggilan nurani saya untuk berjuang ke tingkat yang lebih luas bagi rakyat Papua. Sebab kepentingan dan kebutuhan rakyat Papua saat ini sudah berubah jauh lebih kompleks dan luas. Yang kedua, untuk berjuang ke sana itu tidak bisa saya berjuang secara sendiri-sendiri. Jika terpilih nanti, saya berharap, kami 10 orang yang berhasil dipilih oleh rakyat Papua, benar-benar kompak saat berada di Senayan untuk sama-sama bersuara memperjuangkan kepentingan Papua.
Artinya Anda melihat 10 anggota DPR RI saat ini belum kompak di Senayan?
Saya takut menilai kinerja orang karena saya tidak punya kemampuan dan wewenang untuk itu. Yang saya tahu mereka adalah 10 putera terbaik dari Papua yang diutus ke Senayan. Dalam sudut pandang saya, masalah hanya satu itu saja yaitu belum kompak. Makanya, saya mendorong untuk 10 orang yang akan dipilih nanti harus kompak memperjuangkan kepentingan Papua di Senayan, walaupun berasal dari partai yang berbeda. Kalau tidak bisa 10, minimal 6-7 orang kompak, sama-sama satu suara saling dukung untuk menggolkan kepentingan dan kebutuhan Papua.
Bukankah saat ini ada Kaukus Papua di Senayan yang menjadi wadah untuk mempersatukan semua Legislator asal Papua, termasuk Papua Barat?
Saya tidak tahu apakah Kaukus Papua yang terbentuk itu berjalan efektif atau tidak. Kalau saya pribadi, tidak berpikir soal kaukus dan lain-lain. Saya kira tidak perlu kelembagaan. Intinya, jika terpilih nanti, 10 anggota DPR-RI harus kompak, punya komunikasi dan kesamaan visi misi dalam memperjuangkan aspirasi atau kebutuhan bagi rakyat Papua.
Dengan hanya 10 orang anggota DPR RI, tentu sangat sedikit. Nah, sementara wilayah Papua sangat luas. Sempat mencuat wacana untuk perjuangan menambah kursi bagi DPR Papua ke depan. Apa tanggapan Anda?
Iya, dari aspek luas wilayah itu juga menjadi harapan dan cita-cita kita semua. Sudah lama, dalam kapasitas sebagai anggota DPR Papua, dalam diskusi-diskusi kita, baik di tingkat Papua dan Pusat, selalu kita omong. Papua ini memang idealnya dibagi menjadi 2-3 dapil. Mengapa? Karena rentang kendalinya sangat luas. Harus ada kekhusuan aturan di sana. Sebab dengan menggunakan UU Pemilu sekarang, dengan perhitungan jumlah penduduk, sampai kapan pun Papua tak akan bisa menambah kursi. Dasar yang kita pakai untuk mengajak sejumlah pihak berdiskusi adalah pertimbangan luas wilayah.
Bukan hanya di Papua, tetapi juga Papua Barat yang sampai hari ini hanya 3 kursi DPR RI. Padahal di Papua Barat juga telah bangkit banyak anak Muda yang potensial dalam kancah politik. Mungkin tak perlu tambah dapil, Papua Barat cukup tambah kursi yang didasari oleh luas wilayah. Dengan pecahnya Dapil itu, bisa menambah kursi DPR RI yang bisa memberi peluang dan ruang yang lebih luas bagi proses regenerasi dan kaderisasi politik daerah untuk berkiprah di tingkat Pusat. Memang ini butuh perjuangan, tidak semudah yang kita pikirkan.
Sesuai UU, dana Otsus Papua akan berakhir tahun 2021. Jika terpilih nanti, apa yang akan Anda perjuangkan di Senayan agar dana ini tetap ada? Apa menawarkan kembali Revisi UU Otsus menjadi Otsus Plus seperti pernah ditawarkan Pemerintah Provinsi Papua beberapa tahun lalu?
Jadi begini, kita akan mengajak Pemerintah Pusat untuk berdiskusi. Jika saya terpilih, saya dan 9 anggota lain yang diutus ke Senayan akan bertanya kepada Pemerintah usat, di sisa waktu ini, Pusat mau bikin apa untuk Papua? Sebab jujur saja saat ini Pemerintah Papua dan rakyat kecewa bahwa draft RUU Otsus Plus yang ditawarkan beberapa tahun lalu itu tidak pernah dibahas oleh DPR RI. Kalau cuma taruh untuk masuk daftar Prolegnas, Prolegnas Prioritas, itu bukan substansi. Substansi bagi saya adalah kalau RUU Otsus Plus itu dibahas supaya bisa didalami, pasal-pasal mana yang sudah pas, mana yang belum pas, mana yang sudah cocok, mana yang belum cocok. Kita tidak minta disahkan, tapi kita minta dibahas dulu, isi draft ini, sehingga di situ terlihat, Pusat maunya bagaimana, Papua maunya bagaimana.
Lalu gimana caranya agar Dana Otsus tetap diperpanjang?
Jika terpilih nanti, kita akan berjuang agar apapun namanya atau formulanya, dana itu tetap ada untuk Papua. Papua masih sangat besar bergantung pada Dana Otsus ini. Papua masih membutuhkan dana seperti Dana Otsus untuk menjadi pemacu pembangunan. Sampai saat ini, kontribusi terbesar untuk pembangunan di APBD Papua kan masih dari Dana Otsus. Nah, kalau misalnya dana seperti Dana Otsus tidak ada seperti apa nasib Papua, bagaimana kita mau membangun? Dana Otsus, dana tambahan infrastruktur tetap akan kita perjuangkan. Tentu selalu dibarengi dengan tingkat pengawasan yang baik, pelaksanaan yang baik agar tepat sasaran.
Saya hanya ingatkan Pemerintah Pusat saja bahwa mereka tidak boleh tiba masa tiba akal untuk menghadapi berakhirnya Undang-Undang Otsus Papua. Yang kedua, kita tidak mau semua menjadi pemadam kebakaran. Apa susahnya kita membuat langkah antisipatif, kita bergerak jauh duluan ke depan, antisipasi sebelum Undang-Undang Otsus itu berakhir yang bisa saja menimbulkan gejolak dan rakyat Papua menjadi korban. Memang Undang-Undang Otsus tidak berakhir tetapi yang berakhir adalah dana Otsusnya.
Menurut pengamatan Anda, kebutuhan rakyat Papua hari ini yang paling pertama dan utama untuk diperjuangkan di Senayan oleh DPR RI itu apa?
Infrastruktur. Pemerintah harus fokus menyelesaikan infrastruktur yang menjadi urat nadi utama. Kebutuhan pembangunan lain tetap penting, tetapi infrastruktur kita taruh di depan. Dengan infrastruktur jalan misalnya, titik-titik simpul di semua wilayah ini terhubung. Misalnya Jayapura-Wamena yang sudah tembus sekarang ini. Bagaimana jalan Jayapura-Wamena itu kelak bisa diaspal, kalau dalam periode ini kita tidak mampu paling lama periode depan harus kita selesaikan supaya jangan tertinggal lagi seperti yang ditinggalkan oleh Rezim Orde Baru. Konektivitas antardaerah juga kita fokuskan di wilayah Selatan yakni Merauke-Bovendigoel yang hingga kini masih sangat parah. Selain itu, juga infrastruktur jalan yang menghubungkan di wilayah Pegunungan Tengah dari Puncak Jaya ke Puncak dan dari Puncak ke Enarotali. Tinggal sedikit lagi dari Nabire sampai ke Paniai.
Mengapa infrastruktur ini penting? Tanpa mengabaikan kebutuhan yang lain maka kalau semua infrastruktur ini bisa terhubung, kita berharap dialah yang akan menjadi daya dorong, daya angkat, daya ungkit untuk kebutuhan pembangunan yang lain. Karena kita mau bangun bidang kesehatan perlu ada mobilitas peralatan di bidang kesehatan, mobilitas manusianya apakah itu dokter, pegawai, dan lain-lain. Juga bidang pendidikan. Bagaimana kita mau bangun pendidikan kalau infrastruktur kita tidak terhubung? Nah, sekali lagi untuk itu bisa terwujud maka semua yang akan terpilih ke Senayan harus kompak memperjuangkan ini!
Tetapi keamanan selalu menjadi persoalan pembangunan di Papua?
Nah, ini paradigm keliru yang membuat Papua tidak maju. Yang membuat tidak aman itu kita sendiri. Buktinya? Provinsi Papua yang dulu induknya hanya 9 kabupaten, setelah kita mekarkan Kabupaten Puncak Jaya, daerah itu jadi hidup. Demikian pun Lanny Jaya, Mamberamo, Tolikara dan Nduga dan lain-lain. Semua akses geografi dibuka dan pembangunan berjalan bagus. Faktanya hari ini kita sudah bisa membangun. Walaupun, belum sepenuhnya memenuhi harapan dan kebutuhan seluruh masyarakat Papua. Semua kabupaten ini menjadi rumah tinggal bagi seluruh orang Indonesia. Semua hidup damai berdampingan untuk membangun daerah.
Saya akan hentikan paradigm keliru ini. Saya dengan suara saya berjuang di Senayan agar Pemerintah Pusat tidak menjadikan paradigma keamanan yang keliru untuk tidak membangun di Papua. Semua orang yang ada di Papua, hidup damai dan tentram. Yang bikin kacau itu kita sendiri. Bagaimana kita tidak kacau, ya mari kita duduk sama-sama, saling menghargai dan menghormati. Yang harus terus dilakukan adalah giat terus memperluas pembangunan itu dengan selalu mengajak dan melibatkan rakyat Papua. Kuncinya ada di situ. Papua aman kok.
Soal lain adalah kebijakan satu harga dari Presiden Jokowi seperti BBM yang dalam perjalanan belum terealisasi di Papua. Apa pendapat Anda?
Masalah ini kompleks, penyebabnya banyak! Semua orang harus merasa bahwa dia harus memiliki hati yang tulus untuk membangun Papua. Selama dia hanya memikirkan untung rugi, kebijakan itu tak akan tercapai. Jika ada pihak yang ikhlas atau tulus membangun Papua, dia harus membangun Papua dengan gaya misionaris. Kita ingin orang yang hidup di Papua, gaya membangun Papua adalah bergaya misionaris.
Presiden boleh datang menetapkan satu harga, tetapi karena orang-orang yang berkiprah di situ hanya bicara untung, tentu akan kembal lagi. Ilmu pengetahuan, keterampilan, dan finansial tidak cukup untuk membangun Papua. Butuh perasaan, hati, dan pikiran yang tulus dan ikhlas membangun Papua agar negeri ini maju. Itu yang telah dilakukan para misionaris yang meletakan peradaban bagi Papua. Kita butuh jiwa-jiwa misionaris untuk membangun Papua.
Artinya, ada benang merah antara paradigma keamanan, infrastruktur, dan tingkat kemahalan dengan Pendapatan Asli Daerah yang sangat kecil di Papua?
Ya itu! Penyebabnya ya pada paradigma keamanan dan tingkat kemahalan. Tingkat kemahalan terjadi karena belum meratanya pembangunan infrastruktur yang tidak terkoneksi antardaerah yang membuat belum banyak investor yang masuk berinvestasi di daerah-daerah. Di sisi lain, paradigma keamanan yang keliru memicu rasa takut para investor. Kita mendengar Gubernur Lukas Enembe bercerita sepulangnya dari kunjugannya tahun lalu bahwa investor Cina banyak berinvestasi di PNG. Kenapa? Ya karena investornya merasa aman di PNG. Jadi yang paling utama adalah infrastruktur sebagai obat untuk menekan harga. Infrastruktur harus diutamakan akan membangun konektivitas antardaerah, memacu pertumbuhan ekonomi, dan geliat mobilitas orang dan barang.
Akhir-akhir ini, ada wacana pemekaran Provinsi di Papua, baik Provinsi Tabi, Papua Tengah dan Papua Selatan. Apa itu menjadi bagian perjuangan kelak di Senayan?
Jika pemekaran provinsi itu menjadi kebutuhan rakyat, ya kita dukung karena itu baik bagi Papua ke depan. Yang penting 10 anggota DPR RI harus kompak untuk sama-sama mendukung aspirasi itu. Selama ini yang terjadi, aspirasi ini gagal karena yang satu berjuang untuk jadi dan yang lain berusaha menjegalnya agar tidak jadi. Otsus Plus juga begitu. Yang lain berjuang untuk jadi, yang lain berjuang untuk tidak jadi. Intinya, jika pemekaran itu memang benar-benar aspirasi yang menguat dari rakyat Papua maka 10 anggota DPR RI harus kompak memperjuangkan itu.
Soal penyelenggaraan PON XX yang tinggal setahun lagi di Papua, apakah Anda optimis bisa sukses terlaksana?
Semua lagi bekerja menuju itu. Saya juga menjadi bagian dari Pengurus Besar PON XX Papua. Saya hanya berharap, semua pihak kompak dan proaktif untuk menyiapkan segala sesuatu dengan baik, mulai dari pemerintah sebagai pionir dengan melibatkan masyarakat dan swasta. Pak Gubernur sudah berhasil memperjuangkan Papua menjadi tuan rumah. Karena itu, tanggung jawab semua pihak, terutama para aparatur di bawahnya untuk proaktif bekerja menuntaskan pekerjaan besar ini, baik merampungkan infrastruktur venue pendukung maupun menyiapkan atlit guna meraih prestasi.
Terakhir, apa harapan Anda kepada rakyat Papua di jelang pemungutan suara 17 April ini?
Saya bukan siapa-siapa di atas tanah ini. Saya hanya bagian terkecil dari anak negeri ini. Oleh karena itu, saya hanya bisa memohon dan meminta dukungan suara dan doa dari seluruh rakyat Papua kepada saya. Kalau rakyat Papua berkenan memberikan suaranya kepada saya, saya berterima kasih banyak. Kalau pun mereka tidak atau belum berkenan memberikan suaranya, juga tidak apa-apa.
Karena saya sadar benar dan tahu bahwa suara yang ada di Papua ini adalah suara yang bernyawa. Suara itu harus direstui oleh tanah, alam dan negeri Papua ini dan terutama oleh Tuhan yang Maha Kuasa. Orang Papua selalu kasih suara dengan keikhlasan dan ketulusan hati mereka. Rakyat Papua memberi suara itu dengan doa. Dengan kesadaran seperti ini, tugas saya hanya meminta dukungan saja, sehingga jika suara itu nanti datang dan saya bisa masuk ke Senayan, maka saya siap memikul tanggung jawab menjadi orang yang bermakna bagi tanah ini.
Editor: GUSTY MASAN RAYA
Komentar