JAKARTA | PAPUA TIMES– Mahkamah Konstitusi (MK) menggelar sidang lanjutan perkara Perselisihan Hasil Pemilihan (PHP) Bupati Raja Ampat dan Bupati Manokwari Selatan Tahun 2020 pada Jumat (5/2/2021) pagi untuk sidang Panel II. Agenda sidang adalah mendengarkan jawaban Termohon, mendengarkan keterangan Bawaslu dan Pihak Terkait.
KPU Kabupaten Raja Ampat menyampaikan jawaban terhadap dalil-dalil Richarth Charles Tawaru sebagai Pjs. Ketua Lembaga Pemantau Papua Forest Watch (Pemohon Perkara 17/PHP.BUP-XIX/2021). Termohon menilai permohonan Pemohon sebagian besar merupakan curahan hati Pemohon yang dinyatakan tidak memenuhi syarat sebagai pemantau.
“Oleh karena itu menurut kami, Mahkamah Konstitusi tidak berwenang mengadili pokok permohonan Pemohon,” kata kuasa Termohon, Hifdzil Alim kepada Majelis Panel II yang dipimpin Wakil Ketua MK Aswanto dengan didampingi Hakim Konstitusi Suhartoyo, dan Hakim Konstitusi Daniel Yusmic P. Foekh.
Termohon juga menegaskan, Pemohon tidak memiliki sertifikat pemantau pemilihan. Sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku, pemantau pemilihan harus memiliki sertifikat akreditasi dari KPU atau KIP Provinsi maupun Kabupaten/Kota. Permohonan Pemohon hanya ditandatangani Pemohon sendiri, dalam hal ini Richarth Charles Tawaru sebagai Pjs. Ketua Lembaga Pemantau Papua Forest Watch.
Termohon menyampaikan, akta pendirian Lembaga Pemantau Papua Forest Watch menyatakan bahwa ketua dan sekretaris berhak mewakili lembaga di dalam maupun luar pengadilan. Pemohon adalah Pjs., bukan ketua atau sekretaris. Dalam hal ini, menurut Termohon, Pemohon tidak memiliki kedudukan hukum untuk mengajukan permohonan.
“Selain itu permohonan Pemohon tidak jelas. Pemohon tidak memaparkan perolehan suara yang benar masing-masing paslon menurut Pemohon,” kata Hifdzil.
Berikutnya, Termohon menolak dalil Pemohon terkait upaya Termohon untuk tidak memberikan sertifikat akreditasi sebagai pemantau pemilihan merupakan upaya yang terstruktur, sistematis, dan masif (TSM) untuk menghilangkan kedudukan hukum Pemohon dalam mengajukan permohonan PHP Bupati Raja Ampat Tahun 2020. Menurut Termohon, dalil ini tidak benar dan tidak beralasan hukum.
KLARIFIKASI BAWASLU RAJA AMPAT
Sementara itu Bawaslu Kabupaten Raja Ampat menguraikan dalil Pemohon terkait pernyataan Pemohon dan seluruh pemantau yang mendaftarkan diri di KPU Raja Ampat dinyatakan tidak memenuhi syarat dan tidak mendapatkan sertifikat akreditasi sebagai pemantau pemilihan di Raja Ampat. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten Raja Ampat, terdapat dua lembaga yang melakukan pendaftaran pemantau pemilihan terakreditasi ke KPU Kabupaten Raja Ampat, yaitu Lembaga Pemantau Papua Forest Watch dan Lembaga Pemantau Pemilihan Pemuda Muslim Indonesia.
Kedua lembaga tersebut tidak diakreditasi oleh KPU Kabupaten Raja Ampat, sehingga kedua lembaga ini mengajukan laporan ke Bawaslu Kabupaten Raja Ampat terkait dugaan pelanggaran administrasi oleh KPU Kabupaten Raja Ampat.
“Dari kajian dan analisis terhadap keterangan pelapor dan terlapor, Bawaslu menyimpulkan bahwa berkas dokumen pendaftaran yang disampaikan pelapor tidak sesuai dengan ketentuan persyaratan pemantau pemilihan dalam peraturan perundang-undangan yang berlaku,” jelas Markus Rumsowek kuasa hukum Bawaslu.
Bawaslu juga menanggapi dalil Pemohon yang menyatakan seluruh proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat Tahun 2020 bertentangan dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil. Di antaranya, adanya kampanye yang dilakukan oleh Paslon Tunggal Abdul Faris Umlati dan Orideko Burdam yang menimbulkan kerumunan sehingga dianggap melanggar protokol kesehatan.
“Terhadap dalil tersebut, Bawaslu melakukan pengawasan setelah mendapat laporan dari pelapor bernama Donald. Namun setelah dikaji Bawaslu, laporan tersebut tidak terpenuhi syarat materiil,” ungkap Markus.
Sedangkan paslon tunggal Abdul Faris Umlati dan Orideko Burdam selaku Pihak Terkait menyampaikan bahwa dalam permohonan Pemohon tidak mempersoalkan perselisihan hasil perolehan suara antara Pihak Terkait dengan kolom kosong. Pemohon justru mendalilkan pelanggaran-pelanggaran proses Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Raja Ampat Tahun 2020 yang bertentangan dengan asas pemilu yang langsung, umum, bebas dan rahasia serta jujur dan adil. Menurut Pemohon, hasil perolehan suara yang didapatkan Paslon AFU-Orideko Burdam merupakan hasil kerja keras Termohon untuk mengganjal Pemohon dan calon-calon pemantau lainnya sebagai pemantau pemilihan dalam negeri pada Pilkada Raja Ampat. Namun menurut Pihak Terkait, dalil Pemohon tersebut tidak beralasan hukum, hanya asumsi, tidak disertai bukti-bukti yang sah.
KLARIFIKASI KPU MANOKWARI SELATAN
Selanjutnya Majelis Panel II menggelar sidang PHP Bupati Manokwari Selatan. KPU Kabupaten Manokwari Selatan mengklarifikasi dalil-dalil permohonan Seblum Mandacan dan Imam Syafi’i (Pemohon Perkara 42/PHP.BUP-XIX/2021).
Termohon menegaskan, Seblum-Imam belum dapat dikatakan sebagai paslon resmi pilkada, namun baru sebagai bakal calon. Alasannya karena Pemohon tidak memenuhi syarat pencalonan sebagai peserta pilkada atau tidak lolos verifikasi Termohon.
Selain itu Termohon membantah dalil Pemohon yang menyatakan calon tunggal yang meraih suara terbanyak di Kabupaten Manokwari Selatan tersebut disebabkan karena Termohon melakukan penyimpangan pada tahapan penyelenggaraan Pemilihan Bupati Manokwari Selatan Tahun 2020 yang sangat prinsip, yakni tidak menyelengarakan tahapan pemilihan secara jujur dan adil. Hal ini menurut Termohon, dalil yang keliru dan tidak beralasan hukum.
Sedangkan Bawaslu Kabupaten Manokwari Selatan menyampaikan resume terkait dalil permohonan Pemohon. Berdasarkan hasil pengawasan Bawaslu Kabupaten Manokwari Selatan tidak ditemukan adanya pelanggaran dan laporan pelanggaran yang dilakukan Termohon pada tahapan pendaftaran pencalonan.
Bawaslu Kabupaten Manokwari Selatan membenarkan bahwa pasangan Seblum Mandacan dan Imam Syafi’i telah tiga kali mengajukan permohonan penyelesaian sengketa Pilkada Manokwari Selatan Tahun 2020 ke KPU Kabupaten Manokwari Selatan, yang mana dua permohonan diregistrasi dan satu permohonan tidak dapat diterima.
Sementara Paslon Markus Waran dan Wempi Welly Rengkung selaku Pihak Terkait menegaskan bahwa Pemohon bukanlah peserta Pilkada Manokwari Selatan karena Pemohon sudah tiga kali mengalami penolakan Termohon untuk menjadi peserta pilkada.
EDITOR | HASAN HUSEN | MK
Komentar