Pembangunan Papua Harus Paralel Fisik dan Spiritual

JAKARTA | Percepatan pembangunan di Papua harus berjalan seimbang antara aspek fisik dan spiritual.

Kesetaraan akses pembangunan bagi seluruh masyarakat Papua, termasuk dalam penyediaan fasilitas.

Menteri Agama Nasaruddin Umar menegaskan hal itu saat menerima kunjungan Gubernur Papua Barat Daya, Wakil Gubernur Papua Barat, beserta jajaran pemerintah daerah dan perwakilan Kanwil Kemenag Papua Barat di Kantor Kementerian Agama, Jakarta, 26 Agustus 2025.

“Akselerasi pembangunan segala bidang di Papua baik itu pembangunan fisik maupun spiritual, semuanya harus paralel kita kembangkan,” ujar Menag dalam keterangan resminya.

Menurut Menag, pembangunan spiritual tidak kalah penting dari pembangunan fisik. Papua yang kaya dengan keragaman agama dan budaya membutuhkan ruang pembinaan rohani, pendidikan keagamaan, dan forum dialog antarumat beragama agar masyarakatnya dapat hidup rukun, saling menghargai, dan menjauhi konflik.

“Pembangunan spiritual itu hadir dalam bentuk peningkatan kualitas pendidikan keagamaan, penguatan moderasi beragama, serta pembinaan generasi muda Papua agar menjadi pribadi yang religius, toleran, dan cinta damai. Dengan cara inilah kita bisa menanamkan nilai-nilai kebaikan sejak dini, sehingga Papua tidak hanya maju infrastrukturnya, tetapi juga kuat jiwanya,” jelas Menag.

Kementerian Agama mencanangkan penanam 1 juta pohon matoa sebagai pertanda ekoteologi juga tidak terlepas dari keseriusan Kementerian Agama dalam menyetarakan akses pembangunan di Papua

Lebih lanjut, Menag menjelaskan alasan dipilihnya pohon matoa sebagai simbol ekoteologi. Pohon khas Papua itu dinilai sarat makna, mulai dari kekuatan akar yang kokoh, batang yang besar, hingga rimbunnya daun yang memberi keteduhan.

“Akarnya tertancap kuat ke bawah sehingga tidak gampang ditumbangkan angin. Tangkainya besar dan daunnya lebat. Sehingga betul-betul bisa menjadi tempat anak-anak kita bermain di bawahnya,” jelas Menag.

Selain menekankan pembangunan fisik dan lingkungan, Menag juga menyoroti pentingnya mengatasi persoalan diskriminasi dan konflik antarumat beragama yang masih terjadi.

“Kita sering mendengar banyak kasus diskriminasi dan konflik antarumat beragama yang dipicu oleh ketidakadilan dan kesalahpahaman. Permasalahan ini tidak mungkin bisa kita selesaikan secara tuntas jika tidak menyelesaikan akar-akar persoalannya,” tegasnya.

Pertemuan ini menjadi momentum untuk memperkuat sinergi antara Kementerian Agama dengan pemerintah daerah Papua Barat dan Papua Barat Daya.

Menag berharap kolaborasi yang terjalin dapat mempercepat pemerataan pembangunan, baik infrastruktur maupun penguatan nilai-nilai spiritualitas masyarakat Papua.

Editor | TIM | PAPUA GROUP

Komentar