TIMIKA | Dalam kunjungan kerja Panitia Kerja (Panja) Evaluasi Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua yang dilakukan Komisi II DPR RI di Kabupaten Mimika, Papua Tengah, Kamis 1 Mei 2025, sejumlah aspirasi kembali disuarakan, termasuk usulan untuk melakukan pemekaran-pemekaran Kabupaten/Kota baru pada daerah-daerah rawan konflik.
Anggota Komisi II DPR RI, Longki Djanggola, mengungkapkan bahwa dorongan dari masyarakat untuk membentuk kabupaten baru terus bermunculan. Namun, ia mengingatkan bahwa langkah tersebut perlu dikaji secara cermat dan tidak bisa dilakukan terburu-buru.
“Ada usulan dari masyarakat, khususnya dari daerah-daerah konflik, agar dilakukan pemekaran-pemekaran baru. Tapi yang perlu kita pertanyakan adalah, apakah pemekaran baru itu akan menyelesaikan konflik, atau justru menimbulkan masalah baru?” kata Longki.
Menurutnya, pemekaran seharusnya bukan sekadar pemisahan administratif, melainkan harus disertai dengan pendekatan kultural dan sosial yang mendalam, serta perencanaan kebijakan yang berbasis data dan kebutuhan riil masyarakat.
Ia menambahkan bahwa sejak Papua dimekarkan menjadi enam provinsi, tujuan utama dari kebijakan iniyakni mendekatkan pelayanan publik kepada masyarakat—telah mulai dirasakan. Namun demikian, pengusulan daerah otonom baru berikutnya tetap harus melalui kajian menyeluruh agar tidak justru memperumit situasi di lapangan.
“Pemerintah sudah hadir di tengah masyarakat Papua, dan pelayanan-pelayanan dasar sudah mulai mendekat. Tapi jika mau ada pemekaran tambahan, perlu riset dan analisis mendalam sebagai dasar kebijakan,” tegasnya.
Dana Otsus
Sementara itu, Pemerintah daerah Papua Tengah menyampaikan aspirasi kuat agar Dana Otonomi Khusus (Otsus) tidak dikurangi meskipun pemerintah pusat tengah melakukan efisiensi anggaran. Aspirasi ini disampaikan dalam rapat bersama Panitia Kerja (Panja) Evaluasi Daerah Otonomi Baru (DOB) Papua dari Komisi II DPR RI saat kunjungan kerja di Kabupaten Mimika.
Anggota Komisi II DPR RI, Komarudin Watubun, mengungkapkan bahwa dalam rapat tersebut, para kepala daerah dan perwakilan Majelis Rakyat Papua (MRP) secara tegas meminta agar dana Otsus tidak dipangkas, mengingat anggaran tersebut sangat vital untuk mengejar ketertinggalan pembangunan di Papua.
“Dulu waktu undang-undang pemekaran disahkan, kita sepakat dengan Menteri Keuangan bahwa dana pembangunan kantor gubernur, MRP, dan DPRP itu harus dari APBN, supaya tidak mengganggu dana Otsus,” ujar Kamarudin.
Legislator daerah pemilihan Papua Tengah tersebut menegaskan bahwa pemotongan dana Otsus dapat menghambat pembangunan di daerah baru dan berpotensi memicu berbagai persoalan di lapangan. Ia pun menyampaikan bahwa Komisi II siap memfasilitasi pertemuan antara pemerintah daerah dan Menteri Keuangan guna membahas kembali kebijakan tersebut.
Senada, Anggota Komisi II lainnya, Longki Djanggola, menekankan bahwa pembangunan di wilayah DOB masih membutuhkan dana besar, mengingat proses pembentukan kelembagaan dan infrastruktur dasar belum tuntas.
“Daerah-daerah ini masih membutuhkan dana besar. Maka mereka meminta agar dana yang disiapkan oleh undang-undang untuk daerah otonomi khusus tidak dipotong,” jelas Longki. “Membangun daerah pemekaran itu tidak mudah butuh penyusunan organisasi, penempatan pegawai, dan penanganan berbagai persoalan,” sebutnya.
Ia menambahkan bahwa Komisi II akan berupaya memediasi pemerintah daerah dengan Kementerian Keuangan agar dana Otsus tetap utuh demi kelangsungan pembangunan di Papua.
Editor | TIM | PAPUA GROUP
Komentar