Politisi Sehebat Lukas Enembe, Butuh Waktu Lama untuk Terlahir Kembali

LUKAS ENEMBE yang saya kenal adalah pemimpin yang pemimpi. Bukan sekadar mimpi sebatas keinginan saja, melainkan ia mau bekerja untuk mewujudkannya. PON XX Papua digelar di Papua dengan semarak. Bangunan monumental yang dulu dirintis mantan Gubernur Papua Acub Zaenal (alm) tahun 1973, diteruskan Lukas Enembe dalam gedung pencakar langit di Papua sebagai tanda hadirnya negara NKRI yang bermartabat di bumi Cenderawasih.

Kritiknya sering tajam dan menohok terhadap kebijakan pemerintah pusat di Papua. Sangat berani. Politisi sehebat Lukas Enembe mungkin butuh waktu lama lagi untuk terlahir kembali, dihadiahkan zaman. Atau mungkin dia yang terakhir setelah kebesaran nama Barnabas Suebu dan Jaap Solossa.

Saya merasa beruntung sezaman dengan mereka, para pemimpin hebat, yang sekuat tenaga dan semampu dirinya memperjuangkan rakyat dalam jalurnya. Meski selalu dieliminir oleh rezim Jakarta. Asal demi rakyatnya, borgol pun akan dia nikmati saja keberadaannya.

Seseorang memang harus menempuh jalannya, apapun orang akan bercerita, karena sang waktu juga yang akan mencatat. Lukas Enembe adalah seorang yang berani berdiri tegak di prinsipnya apapun resiko yang harus dibayar.

Ketika Menjabat Gubernur, Enembe Menyapa Pelajar di Bokondini. (foto: Ist)

SEJARAH DARI GUNUNG
Perjumpaan saya dengan Lukas Enembe terjadi di hotel Mansapurani Sentani, di seputaran tahun 2001. Ia datang dengan mobil Daihatsu Taft Lama. Kedatangannya ke hotel itu hendak menemui para anggota DPRD Puncak Jaya yang menyuruhnya pulang dari studinya di Australia untuk menjadi Wakil Bupati Puncak Jaya.

Disidang Paripurna DPRD Puncak Jaya yang berlangsung di aula Gereja GIDI Mulia, pasangan Elieser Renmaur dan Lukas Enembe menang dengan mengantongi 11 suara dari 20 suara yang diperebutkan. Pasangan lainnya, Andreas Coem dan Henok Ibo serta pasangan Welington Wenda dan Andreas Jigibalom.

Setelah itu, Lukas Enembe yang adalah Wakil Bupati Puncak Jaya maju di Pemilihan Gubernur (Pilgub) Papua tahun 2006. Ia berpasangan dengan Robby Aituarauw. Keduanya kalah tipis dari pasangan Barnabas Suebu dan Alex Hesegem.

Kemudian ia dilirik Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) sebagai tokoh potensial yang dimiliki Papua. Tampuk Partai Demokrat pun beralih ke Lukas Enembe pada akhir tahun 2006, saat Musyawarah Daerah (Musda) Partai Demokrat. Ketua Partai Demokrat Papua sebelumnya adalah Budi Baldus Waromi.

Di Mei tahun 2007, Lukas Enembe memenangi Pilkada Kabupaten Puncak Jaya, berpasangan dengan Henok Ibo. Ditangan dua tokoh inilah Partai Demokrat meraih kemenangan gemilang. 9 Kursi di DPR Papua di Pemilu 2009. Posisi itu adalah runner up, dibawah Partai Golkar dengan 11 kursi. Kemudian di Pemilu 2014, Demokrat meraih 16 kursi di DPR Papua. Urutan kedua PDI-Perjuangan dengan 7 kursi.

Tandem Lukas Enembe dengan Henok Ibo adalah perpaduan semangat muda yang berkobar dan hikmat. Henok Ibo punggung kokoh yang menggendong Lukas Enembe meraih tujuannya memimpin Papua dalam kemenangan Pemilihan Gubernur (Pilgub) 2013 dengan meraih suara diatas 50 persen. Gabungan lima pasangan lainnya saat itu tidak bisa mengejar suara pasangan Lukas Enembe-Klemen Tinal yang kemudia dilantik sebagai Gubernur-Wakil Gubernur Papua.

20 TAHUN MENGABDI UNTUK MERAH PUTIH
Bagi setiap orang yang mau jadi Gubernur, Bupati atau Walikota, sebelumnya harus mengucap sumpah janji . Begini antara lain bunyinya “ Demi Allah (Tuhan) saya berjanji akan memenuhi saya sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati, Walikota dan Wakil Walikota dengan sebaik-baiknya dan seadil-adilnya. Memegang teguh Undang-undang Dasar Dasar Negara Republik Indonesia tahun 1945 dan menjalankan segala undang-undang dan peraturannya dengan selurus-lurusnya serta berbakti kepada masyarakat, nusa dan bangsa”

Lukas Enembe membacakan janji itu sebanyak 4 kali. Satu kali saat dilantik sebagai Wakil Bupati Puncak Jaya tahun 2001, kemudian satu kali saat dilantik sebagai Bupati Puncak Jaya tahun 2007. Dan dua kali saat dilantik sebagai Gubernur Papua tahun 2013 dan tahun 2018.

Dalam ungkapannya, sering Ia menyatakan dirinya telah mengabdi untuk merah putih selama 20 tahun. Waktunya dihabiskan melayani rakyat dan mengabdi kepada nusa dan bangsa.

Menurut Lukas peran kepala daerah di Papua, jauh lebih sulit dibanding luar Papua. Masyarakat Papua sesuai tradisional dan kebudayaanya adalah masyarakat komunal. Hidupnya bersama-sama. Sehingga kebutuhan-kebutuhan hidupnya banyak disandarkan kepada pemerintah yang kepala daerahnya adalah anak adat itu sendiri.

Ini sebuah masalah dilematis kepala daerah terkait tuntutan masyarakat dan peraturan keuangan negara. Misalnya, perang antar masyarakat, yang menanggung biaya perdamaian adalah pemerintah. Ini konsekuensi menegakan pemerintah modern diatas masyarakat adat yang punya nilai-nilai tersendiri.

Bagi Lukas tuduhan dirinya tidak NKRI itu hanya upaya lawan politik saja. Di Papua ini, setiap orang kalau diberi peluang mau jadi Gubernur, Bupati, Walikota, besar kecil mau merasakan jadi gubernu, bupati. Sehingga untuk mencapainya, baku jual antara sesama anak Papua. Tapi bagi Lukas Enembe tidak mau seperti itu. Politik itu, rakyat banyak mau kita pimpin, karena kita bisa kerja baik. Bukan jualan ludah kesana kemari untuk kasih bosok karakter orang. NKRI harga mati itu pakai Keringat, Kerja, Ada Bukti. Bukan pakai ludah dan lidah, hanya bicara saja untuk apa? Tidak ada manfaat untuk masyarakat, bangsa dan negara.

“Ini prinsip saya. Orang mau bikin saya dengan cara apa saja terserah. Tuhan ada. Nanti besok-besok juga waktu akan menjawabnya. Dengan segala kekuasaannya, mereka bisa bikin saya apa saja. Saya meninggalkan jejak buah tangan, saya menjadikan Papua bisa mengejar ketertinggalan dari daerah lain. Orang-orang yang menghujat saya, tidak buat satu karya pun yang bisa dikenang masyarakat.”

Abdul Munib | 20 Tahun Mengabdi untuk Merah Putih

Komentar