JAYAPURA | PAPUA TIMES- Penyelenggaraan Pekan Olahraga Nasional (PON) XX Papua dibiayai menggunakan dana Rp3,8 trilliun. Dananya dikucurkan secara bertahap kepada Panitia Besar (PB) PON XX Papua. Bersumber dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) Papua sebesar Rp2,58 trilliun dan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) sebesar Rp1,299 trilliun.
“Total dana penyelenggara PON Rp 3,8 triliun, itu dana yang diterima PB PON sebagai penyelenggara.Terima kasih kepada Kajati Papua yang mengumumkan adanya indikasi korupsi dana PON senilai Rp 6 triliun hingga Rp 8 triliun. Mungkin dana Rp8 trilliun itu termasuk fisik (pembangunan venue),”ungkap Ketua Harian PB PON XX Papua, Dr.Yunus menginteraksi pernyataan Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono terkait dugaan korupsi dana PON XX, Rp8 trilliun.
Wonda merinci dana hibah penyelenggaraan PON yang diterima dari APBD Papua, mulai tahun anggaran 2016 sebesar Rp 15 miliar, kemudian tahun 2017 sebesar Rp 10 miliar, tahun 2018 sebesar Rp 10 miliar, tahun 2019 sebesar Rp 170 miliar, tahun 2020 sebesar Rp 1,584 triliun, tahun 2021 (induk plus perubahan) sebesar Rp 642 miliar dan tahun 2022 sebesar Rp 150 miliar, sehingga totalnya mencapai Rp 2,58 triliun.
Sedangkan, dana yang diterima PB PON dari APBN total mencapai Rp 1,299 triliun, dimana dana eksisting sebesar Rp 101,3 miliar, dana tambahan (tahap I) sebesar Rp 715,4 miliar dan dana tambahan (tahap II) sebesar Rp 482,4 miliar.
“Kami mendapatkan anggaran dari APBN yang totalnya diputuskan pemerintah saat itu adalah Rp 1,3 triliun, tetapi fisik yang kami terima adalah Rp 1,1 triliun. Dimana ada pengelompokan dana eksisting yang dikelola Kemenpora yang nilainya Rp 101,3 miliar, sementara dana yang diterima PB PON tahap pertama sebesar Rp 715,4 miliar dan dana tambahan tahap II itu sebesar Rp 482,4 miliar, sehingga totalnya Rp 1,299 triliun. Jadi, total dana penyelenggara PON itu Rp 3,8 triliun, itu dana yang diterima PB PON sebagai penyelenggara dan PB PON tidak mengerjakan fisik” beber Yunus Wonda.
Ia mengungkapkan bahwa skema awal pembiayaan penyelenggaraan PON sesuai dengan master plan PON XX Papua, anggaranya sebesar Rp4,3 trilliun yang bersumber dari APBN sebesar Rp2 trilliun dan sisanya APBD Provinsi Papua. Namun dalam realisasinya anggaran dari APBN sebesar Rp1,3 trilliun dan APBD Papua 2,58 trilliun.
Dana APBN Rp1,3 trilliun tersebut peruntukannya untuk konsumsi, perlengkapan akomodasi dan lainnya. Namun, realisasinya pencairan terlambat. “Saat itu, 1 minggu sebelum pelaksanaan PON, anggaran APBN belum turun. Namun, kami tidak bisa membuat alasan karena tidak ada anggaran PON ditunda. Bahkan, arahan bapak Presiden Jokowi sangat jelas kepada saya sebagai Ketua Harian waktu kami hadir rapat bahwa penyelenggaraan PON tetap dibuka sesuai jadwal yakni 2 Oktober 2022. Mau tidak mau, suka dan tidak suka maka PON harus jalan, sementara anggaran APBN itu belum cair, sementara PON sudah mulai digelar akhir September,” jelasnya.
“Dan, disitu akomodasi sudah mulai kami tanggung. Konsumsi sudah harus kami tanggung, padahal anggarannya dari pusat atau APBN, bukan dari APBD. Sehingga saya sebagai Ketua Harian PB PON memerintahkan kepada bendahara, untuk kami tidak boleh ada alasan hanya gara gara belum ada anggaran dari pusat, PON ini dibatalkan, tetapi PON tetap berjalan, sehingga anggaran dari APBD digunakan, karena asumsi kami anggaran APBN akan turun dan kami gunakan anggaran yang nilainya mencapai Rp 300 miliar lebih,” sambungnya.
Yunus pun mengungkapkan bahwa setelah PON berjalan tinggal 1 minggu lagi, baru anggaran dari pusat untuk tahap I cair. “Waktu saya tandatangan, saya punya pikiran bahwa dana akan keluar Rp 1,3 triliun. Ternyata begitu saya tandatangan di Kemenpora itu dananya tahap I keluar Rp 715,4 miliar.
“Artinya, itu tidak bisa menutupi anggaran yang sebelumnya ditutupi dari APBD itu. Saya tetap memerintahkan kepada bendahara saya tidak boleh dipotong dulu. tetap jalankan normal, karena akan berdampak pada konsumsi, sehingga kami tidak lakukan penutupan hutang yang diambil dari APBD. Tahap II yang harusnya turun Rp 600 miliar, tapi hanya turun Rp 482 miliar lebih, sehingga tidak bisa menutupi lubang yang kami ambil dari APBD,” jelasnya.
Ironisnya, kata Yunus Wonda, dana tahap II yang dicairkan itu, bukan dalam pelaksanaan PON, tetapi PON sudah selesai yakni pada bulan kedua setelah PON dana dari APBN tersebut cair. Hal itulah yang membuat PON masih menyisakan kekurangan pembayaran, karena dana APBD digunakan untuk menutupi APBN. Namun, harapan itu meleset, lantaran anggaran APBN turun seharusnya Rp 600 miliar, tapi hanya Rp 482 miliar saja, sehingga pihaknya tidak bisa melakukan apa-apa.
“Itulah terjadi sampai hari ini masih terjadi hutang Rp 340 miliar. Nah, masih adanya hutang itu, kami meminta Inspekstorat untuk diaudit, sehingga berapa sebenarnya yang harus dibayarkan,” tandasnya.
“Kenapa konsumsi dan akomodasi itu biayanya cukup besar? Karena harus perlu kita ingat bahwa penyelenggaraan PON di Papua satu satunya, semua gratis. Akomodasi itu gratis, konsumsi itu gratis, transportasi lokal disini itu semua gratis, atas kebijakan Ketua Umum bahwa kami harus lakukan yang terbaik, sehingga itu yang membuat pembengkakan terjadi. Apalagi, penyelenggaraan PON di Papua masih dalam keadaan Covid-19 dan kami lakukan semua ini karena PON dalam situasi yang tidak normal dilakukan, bahkan ada peralatan dari kesehatan yang diluar budged kami tapi itu wajib disediakan untuk event PON ini,” paparnya.
Khusus dana konsumsi yang belum dibayarkan, Yunus menegaskan itu menjadi tanggung jawab pemerintah pusat karena menggunakan dana APBN. Dimana sampai saat ini belum dibayarkan sebesar Rp 120 miliar.
“Untuk konsumsi, kami sampai saat ini masih berjuang agar dicairkan oleh pemerintah pusat. Itu masih ada Rp 120 miliar yang belum dibayarkan oleh pemerintah pusat. Konsumsi dibawah anggaran APBN, bukan dari APBD dan saat ini masih diperjuangkan teman teman konsumsi di pusat,” imbuhnya.
Yunus menambahkan bahwa PB PON telah menyurat ke Pemprov Papua terkait tugas dan tanggung jawab sebagai penyelenggara PON. “Kami sudah serahkan semua pertanggungjawaban kami bahwa tugas kami sudah selesai. Kami panitia yang dibentuk oleh pemerintah yang bersifat ad hoc dan kami sudah menyampaikan bahwa masih ada tunggakan sebesar Rp 340 miliar dan kami minta itu diaudit, nah itu ada di konsumsi dan beberapa item pembukaan dan perlengkapan,” tandasnya.
Sebelumnya Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Witono mengatakan pihaknya sedang mengusut dugaan korupsi dana PON Papua yang ditaksir merugikan negara Rp 8 triliun.
Editor| RAMBAT S | PAPUA GROUP
Komentar