Pemilu 2024 di Tanah Papua Rawan

JAKARTA | PAPUA TIMES- Ketua Badan Pengawas Pemilihan Umum (Bawaslu) Rahmat Bagja menyampaikan agar provinsi-provinsi di Pulau Papua, terutama empat daerah otonomi baru (DOB) harus mendapat perhatian khusus dalam penyelenggaraan Pemilu 2024.

Pasalnya, dia menilai, berdasarkan pengalaman Pemilu 2019 banyak kerawanan yang dapat terjadi di daerah-daerah tersebut.

Pertama Bagja menekankan masalah logistik pemungutan suara. Dalam hal ini, ia mengingatkan agar KPU menyiapkan rencana mitigasi dalam distribusi dan keamanan logistik. Sebab, dia mencontohkan, pada Pemilu 2019 di Kabupaten Intan Jaya, yang kini menjadi bagian dari Provinsi Papua Tengah, terdapat kotak suara yang hilang yang mengakibatkan penundaan rekapitulasi suara.

“Keamanan logistik jadi masalah di Papua. Faktor ini harus betul-betul jadi perhatian kita semua,” tegas Bagja saat menghandiri pertemuan Lembaga Pertahanan Nasional (Lemhanas) RI, Jakarta, Senin pekan ini (9/10/2023).

Bagja menilai seluruh aparat TNI/Polri perlu memperketat penjagaan dan keamanan selama Pemilu dan Pilkada 2024 berlangsung. Sebab, jelas Bagja, berkaca dari Pilkada 2020, beberapa kantor lembaga negara dan pemerintah menjadi sasaran empuk pembakaran yang dilakukan beberapa oknum di Papua.

Dia mencontohkan sebagaimana yang terjadi pada Pilkada Kabupaten Yalimo 2020 lalu di mana terselenggara pemungutan suara ulang (PSU) hingga tiga kali. Hal itu masih ditambah dengan pembakaran kantor KPU, kantor Bawaslu, dan kantor bupati.

Isu krusial lainnya, tambah Bagja, adanya ancaman kelompok teroris yang melancarkan serangannya pada Agustus silam, yaitu pembakaran kantor KPU Yahukimo oleh kelompok separatis teroris (KST). Untuk itu, ia menunggu rencana pengamanan oleh Polri.

“Sampai sekarang kami menunggu simulasi keamanan dari teman-teman Mabes Polri. Setidaknya rencana simulasi minimal sudah ada, sehingga kami bisa menaruh perhatian untuk teman-teman yang melaksanakan ini,” tuturnya dalam keterangan resminya.

Selanjutnya, Bagja menyoroti penentuan daerah yang menerapkan sistem Noken. Dia berpendapat, KPU seyogiyanya dapat menentukan daerah-daerah yang dapat memberlakukan sistem noken.

Dia menyarankan pembatasan pemberlakuan sistem noken berdasarkan distrik. “Kami punya usulan noken per distrik bukan per-kabupaten/kota,” lanjutnya.

Kemudian persoalan daftar pemilih di provinsi-provinsi di Papua. Di antaranya, kata dia, persoalan perekaman dan pencetakan KTP elektronik yang belum menjangkau seluruh warga. “Ini menjadi perhatian bersama baik pemerintah daerah, KPU, dan Bawaslu,” jelasnya.

Editor | TIM

Komentar