Sejarah Masuknya Tarung Derajat di Papua

TIMIKA | PAPUA TIMES – Tarung derajat merupakan bela diri asli dari Indonesia tepatnya Bandung, Jawa Barat.
Bela diri ini diciptakan oleh Achmad Drajat atau yang lebih dikenal dengan guru besar AA Boxer.

Adalah murid AA Boxer bernama Alfred Korwa, seorang putra asli Papua kelahiran Biak, 8 Februari 1977 yang membawa Tarung Derajat ke Jayapura, Papua.

Ditemui media saat pertandingan Tarung Derajat PON XX Papua 2021 di Timika, Minggu (10/10) Alfred Korwa menceritakan kisahnya. Ia memulainya dengan menyebutkan bahwa bela diri Tarung Derajat masuk ke Papua pada tahun 1999.

“Saat itu perintah pak Kapolri agar seluruh anggota Brimob pendidikan Tarung Derajat. Dari Papua, dikirim Sat Brimob Polda Papua. Saya saat itu pangkat sersan dua atau bripda. Saya kemudian di suruh pergi ke Satlat Cisarua, Bandung untuk latihan,” katanya.

Di Bandung ia mendapatkan pelatihan langsung dari AA Boxer di rumah kediamannya selama enam bulan. Setelah itu ia kembali ke Jayapura.

“Setelah dari Bandung, saya memberikan latihan ke anggota Brimob. Tapi kemudian saya berpikir bagaimana olahraga Tarung Derajat ini dapat berkembang maka dibuatlah badan pengurus provinsi. Lalu saya mendaftarkan ke KONI akhirnya terdaftar sebagai salah satu cabang olahraga di KONI Papua pada tahun 2000-an,” kisahnya.

Setelah mendapat pengakuan dari KONI Papua, ia kemudian mulai membuka tarung derajat untuk masyarakat umum.

“Antusias masyarakat sangat senang, karena olahraga ini cocok dengan fisik, tinggal yang perlu kita ajarkan adalah teknik dan mental. Misalnya kalau dipukul emosi nah mental itu yang tidak baik. Melatih anggota Brimob berbeda dengan masyarakat umum. Brimob fisik sudah ok, mental bagus tinggal teknik yang diajarkan tapi kalau masyarakat semuanya diajarkan,” tuturnya.

Dikatakan, satlat pertama tarung derajat di Papua adalah Brimob dimana dari mereka ada yang kini telah menjadi pelatih untuk atlet yang turun pada PON XX Papua yang tengah berlangsung saat ini.

“Sementara ini kami hanya punya satu pengurus karena terkendala, pelatih di Papua kurang. Kalau saya tugas terpaksa berangkat dan tidak ada yang kasih latihan. Jadi kalau saya buka untuk umum maka mungkin ada masyarakat yang bisa ikut dan akhirnya bisa menjadi suatu pekerjaan untuk dia dapat memberikan latihan,” imbuhnya.

Ia merasa senang bahwa PON XX Papua dapat dilangsungkan di Kabupaten Mimika karena secara tidak langsung even ini menjadi ajang untuk mensosialisasikan tarung derajat kepada masyarakat.

“Saya sangat bersyukur karena ketika dibuka PON di Mimika otomatis masyarakat sudah mengenal apa itu tarung derajat. Jadi ketika dibuka pengurusnya di kabupaten, tidak perlu disosialisasikan lagi karena masyarakat sudah mengenal,” tandasnya.

Editor | TIM

Komentar