JAKARTA | PAPUA TIMES- Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP), Senin pagi (15/2/2021) menggelar sidang pemeriksaan dugaan Pelanggaran Kode Etik Penyelenggara Pemilu (KEPP) untuk perkara nomor 143-PKE-DKPP/XI/2020 di Kantor Bawaslu Provinsi Papua, Kota Jayapura.
Sidang dipimpin Anggota DKPP, Prof. Teguh Prasetyo yang bertindak sebagai Ketua Majelis. Ia didampingi oleh Tim Pemeriksa Daerah (TPD) Provinsi Papua, yaitu Fegie Y. Wattimena dari unsur masyarakat, Zandra Mambrasar mewakili KPU Papua, dan Tjipto Wibowo dari Bawaslu Papua.
Perkara ini diadukan Costan Oktemka dan Deki Deal yang adalah Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Pegunungan Bintang nomor urut 02 pada Pilkada Pegunungan Bintang 2020. Melalui kuasa hukumnya, Habel Rumbiak, pasangan tersebut mengadukan Ketua dan Anggota Bawaslu Kabupaten Pegunungan Bintang, yaitu Yance Nawipa, Marcelinus Lambe, Fransiskus Adil, Yuterlus Keduman, dan Yanus Tempul masing-masing sebagai Teradu I –V.
Tiga pokok aduan yang didalilkan antara lain pertama terkait dugaan para Teradu tidak menindaklanjuti permohonan sengketa yang dilaporkan Pengadu pada 25 September 2020.
Kedua, para Teradu diduga tidak mengikuti ketentuan saat menangani laporan Pengadu tanggal 30 September 2020 karena menggunakan dasar hukum Perbawaslu 14/2017 dalam menangani laporan tersebut. Menurut Pengadu, seharusnya para Teradu menggunakan Perbawaslu 8/2020 sebagai dasar hukum penanganan laporan.
Ketiga, Teradu I diduga mabuk dan membuat keributan di kantor KPU Kabupaten Pegunungan Bintang karena rekomendasi Bawaslu ditolak oleh KPU Kabupaten Pegunungan Bintang.
Pengaduan tersebut dibantah Ketua dan Anggota Bawaslu Pegunungan Bintang. Ketua Bawaslu Pegunungan Bintang, Yance Nawipa mengungkapkan bahwa permohonan sengketa yang dimaksud Pengadu adalah laporan yang dibuat oleh Meppi Mimim dan Yohanes Sitokdana.
Keduanya, kata Yance, mewakili Costan-Deki dalam mengajukan permohonan sengketa tersebut. Namun, Bawaslu Pegunungan Bintang menilai bahwa permohonan sengketa ini kurang tepat karena tidak merugikan Costan-Deki sebagaimana ketentuan Pasal 4 ayat (1) Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2020 tentang Penyelesaian sengketa Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubenur, Bupati dan Wakil Bupati, serta Walikota dan Wakil Walikota.
Menurut Yance, hal ini telah dikoordinasikan dengan Bawaslu Provinsi Papua. Selanjutnya, Bawaslu Pegunungan Bintang pun menyarankan Meppi Mimim dan Yohanes Sitokdana agar menyampaikan keberatan dalam bentuk laporan pelanggaran.
Setelah setuju dan mengisi formulir A1 laporan, Bawaslu Pegunungan Bintang pun menindaklanjuti laporan Meppi dan Yohannes.
“Bawaslu Pegunungan Bintang mengeluarkan status laporan Nomor 002/LP/PB/Kab/33.12/IX/2020 yang dilaporkan oleh Saudara Meppi Mimin dan Saudara Yohanes Sitokdana pada tanggal 1 Oktober 2020 yang menyatakan laporan tersebut tidak memenuhi Syarat Materil Laporan,” ungkap Yance.
Sedangkan terkait laporan yang dibuat pada 30 September, Yance menegaskan bahwa pihaknya telah membuat kajian awal sebagai tindak lanjut dari laporan tersebut sesuai dengan ketentuan Pasal 8 dan 9 Perbawaslu 8/2020.
Berdasar kajian awal, laporan tersebut telah memenuhi syarat formil dan materil untuk kategori pelanggaran administrasi dan pelanggaran tindak pidana pemilu.
Setelah diregistrasi dan ditindaklanjuti, dugaan pelanggaran administrasi tersebut pun diumumkan statusnya bahwa Costan Oktemka sebagai Termohon terbukti melanggar Pasal 71 ayat (2) dan (3) jo Pasal 190.
Bawaslu Pegunungan Bintang pun mengeluarkan rekomendasi Nomor 053/K.Bawaslu.Kab-PB/PM.06.02/X/2020 kepada KPU Kabupaten Pegunungan Bintang pada tanggal 05 Oktober 2020 yang isinya menyatakan Laporan Dugaan pelanggaran nomor : 003/LP/PB/Kab/33.12/IX/2020 merupakan Pelanggaran Administrasi pemilihan
Sedangkan penanganan dugaan pelanggaran tindak pidana pemilu di SentraGakkumdu Kab. Pegunungan Bintang terhenti lantaran tidak adanya pendapat dari jaksa dan penyidik dalam pembahasan kedua.
Lebih lanjut, Yance pun membantah dalil Pengadu yang menyebutnya datang ke Kantor KPU Pegunungan Bintang karena Rekomendasi No. 053/K.Bawaslu.Kab-PB/PM.06.02/X/2020 tidak dilaksanakan oleh KPU Pegunungan Bintang.
Kepada majelis, ia mengaku memang mendatangi Kantor KPU Pegunungan Bintang untuk membahas untuk mengecek tindak lanjut rekomendasi No. 053/K.Bawaslu.Kab-PB/PM.06.02/X/2020. Namun, ia menegaskan bahwa dirinya datang dalam kondisi sadar, tidak mabuk.
Saat berbincang dengan Ketua KPU Pegunungan Bintang, Yance mengaku tersulut emosinya karena mendengar ucapan Sekretaris KPU Pegunungan Bintang yang menurutnya tidak enak didengar. Kepada majelis, Yance menyatakan dirinya langsung keluar karena kesal.
“Tidak beberapa lama, Teradu I menyampaikan permohonan maaf lewat sms kepada Ketua KPU Kabupaten Pegunungan Bintang dan Sekretaris KPU Kabupaten Pegunungan Bintang, serta Teradu I datang langsung meminta maaf kepada keduanya di kantor KPU Kabupaten Pegunungan Bintang,” ungkap Yance.
Editor | HASAN HUSEN
Komentar