JAYAPURA (PTIMES)- Pemerintah telah mencanangkan investasi besar-besaran di Tanah Papua, roadmap (peta jalan) dipaparkan dalam rangkaian acara Pertemuan Tingkat Tinggi Investasi Hijau pada 25-27 Februari silam di Sorong, Papua Barat.
Menteri Koordinator Kemaritiman dan Investasi Luhut Binsar Pandjaitan menyebut produk investasi yang akan ditawarkan ke investor meliputi pembangkit listrik tenaga air serta komoditas perkebunan pala, kopi, dan kakao dengan syarat tidak merusak lingkungan.
Koalisi Masyarakat Sipil mempertanyakan soal indikator ‘ramah lingkungan’ yang disyaratkan pemerintah, pasalnya hutan primer tersisa di Papua dan Papua Barat hanya sekitar 32,7 hektar.
“Harus dipastikan bahwa segala bentuk investasi di Tanah Papua tidak menyentuh hutan primer tersisa, kita tidak ingin hutan Papua bernasib seperti di Sumatera dan Kalimantan yang telah hancur akibat eksploitasi masif demi kepentingan industri,” kata Aiesh Rumbekwan Direktur Eksekutif WALHI Papua.
Undang-undang Otonomi Khusus Papua mewajibkan kegiatan pembangunan ekonomi memberdayakan masyarakat adat serta melindungi hak-hak mereka. “Investasi harus memberikan manfaat langsung terhadap masyarakat adat terutama dalam mengelola sumber daya alam agar berkeadilan sosial dan lestari,” tutur Aiesh.
Menurut Luhut pemerintah melarang perluasan perkebunan sawit di wilayah Papua dan Papua Barat sebab mayoritas dari perkebunan kelapa sawit akan dimiliki oleh perusahaan-perusahaan besar.
“Pemerintah melarang sawit di Papua dan menggantikannya dengan tanaman monokultur komoditas lain, artinya pembukaan lahan di kawasan hutan tetap mungkin terjadi,” ungkap Nico Wamafma, Juru Kampanye Hutan Papua Greenpeace Indonesia.
“Ketentuan ramah lingkungan masih multitafsir, terlebih lagi pemerintah akan menghapus syarat Izin Lingkungan sebagaimana diatur Omnibus Law dalam RUU Cipta Lapangan Kerja, jelas ini mengkhawatirkan kami,” tutup Nico.
Editor: HANS BISAY
Komentar