WALHI : 61 Tokoh Papua Tidak Paham Masalah Dasar

JAYAPURA (PTIMES)- Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI), Eksekutif Daerah Papua bersama Organisasi Masyarakat Sipil di Tanah Papua diantaranya Sekretariat Forum Kerjasama LSM di Tanah Papua, Yayasan PUSAKA, YALI Papua, YPMD Papua, JERAT Papua, JangRampas, KiPRa Papua menilai usulan-usulan yang disampaikan 61 orang yang mengatasnamakan masyarakat Papua dengan menyebut diri mereka “Tokoh Papua” saat bertemu Presiden Joko Widodo di Istana Presiden Jakarta, Selasa (10/9/2019) tidak menyentuh kebutuhan dasar masyarakat asli Papua.
“Menyandang gelar ‘Tokoh Masyarakat’ bukan hanya berlangsung sesaat. Tokoh masyarakat merupakan tokoh yang sejatinya hadir dan selalu ada ditengah-tengah masyarakat dalam suka dan duka. Mereka menjadi fasilitator, sumber inspirasi dan motor penyelesaian masalah yang dihadapi masyarakat secara adil dan bijaksana,”ungkap Aiesh Rumbekwan, Direktur Wahana Lingkungan Hidup Indonesia, Eksekutif Daerah Papua.
Menurut Rumbekwan, Tanah Papua memiliki kekayaan alam yang melimpah. Namun angka kemiskinan tertinggi di Indonesia, Papua peringkat pertama (2018 & 2019).1 Dari hasil riset Walhi Papua dan beberapa lembaga, menunjukan bahwa Masyarakat adat sekitar hutan tidak memiliki akses kelola karena hutan telah tergantikan dengan perkebunan sawit skala besar yang tidak berkontribusi pada kebutuhan pangan, disamping menimbulkan marjinalisasi serta upaya bekerja keras untuk membeli beras dan kebutuhan lainnya karena hutan sebagai penyedia sumber kehidupan telah tiada.
Para tokoh yang menyebut diri Tokoh Papua seharusnya hadir untuk menyelesaikan berbagai persoalan HAM yang tidak pernah terselesaikan dengan baik dan bijaksana oleh pemerintah. Di berbagai media beredar dan berkembang informasi tentang situasi/kehidupan masyarakat yang menuntut penyelesaian pelanggaran HAM oleh berbagai pihak, baik di Papua maupun di Nasional.
“Walhi Papua berulang kali telah menyampaikan kondisi masyarakat adat Papua dan Sumber Daya Alam Papua yang terus mengalami ancaman, begitu pula ada begitu banyak masyarakat adat yang tergusur dari ruang hidupnya. Hal inilah yang sesungguhnya menjadi catatan para tokoh ikut menyelesaikan,”tegas Aiesh Rumbekwan.
WALHI Papua ingin mengingatkan bahwa apa yang di sampaikan Para Tokoh sesungghnya jauh dari sesuatu yang urgen. Persoalan lingkungan hidup adalah persolan mendasar yang tidak terlepas dari tanggung jawab ke 61 tokoh yang mengatasnamakan masyarakat Papua. Ada begitu banyak kerusakan lingkungan yang mengakibatkan bencana ekologis, pencemaran lingkungan, dan hilangnya daya dukung dan daya tampung lingkungan. Ini harus menjadi mandat sebagai seorang tokoh guna memberi rasa aman kepada rakyatnya.
Menghadapi perubahan iklim global, Walhi Papua ingin mengingatkan bahwa semua usulan yang disampaikan para tokoh tidak satupun menjadi langkah mitigasi dan adaptasi ancaman perubahan iklim.
Walhi Papua menegaskan bahwa kenaikan muka air laut akan berdampak terhadap mereka yang hidup di daerah pesisir. Lebih lanjut pemanasan global akan memicu kekeringan, kelangkaan air, kelaparan dan sakit penyakit. Para tokoh harus ikut terlibat untuk menahan suhu bumi agar tidak melebihi 1,5 derajad celsius, sehingga dapat mencegah ancaman kekeringan dll yang telah disebutkan diatas.
Ada begitu banyak kasus di Papua yang belum terselesaikan, karenanya Walhi Papua berharap Presiden harus lebih mengutamakan dan menyelesaikan masalah mendasar rakyat Papua, yakni pelanggaran HAM berat, persoalan lingkungan hidup dalam menghadapi perubahan iklim dan pemanasan global serta perlindungan hutan alam, sebagai sesuatu yang urgen yang dapat menyelamatkan masyarakat adat Papua.
Karenanya Walhi Papua dan Organisasi Masyarakat Sipil di Tanah Papua diantaranya menegaskan…
1. Kepada para Tokoh yang mengatasnamakan masyarakat Papua dengan menyebut diri Tokoh Papua, untuk segera mengkaji kembali usulan yang sudah disampaikan kepada Presiden dan mengarusutmakan hal-hal mendasar termasuk menyikapi perubahan iklim dan pemanasan global yang saat ini sedang terjadi.
2. Bahwa negara segera hadir menyelesaikan persoalan HAM di Tanah Papua, termasuk memberi akses kelola sumber daya alam (hutan), kepada masyarakat.
3. Bahwa pemerintah segera menghentikan ijin ekspansi indutri ekstraktif yang telah
mengorbankan Orang Asli Papua (OAP) dan perampasan tanah tanpa ada penyelesaian secara bijaksana.
4. Bahwa Pemerintah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, DPRP dan DPRPB, MRP dan MRPB, segera membangun komunikasi politik dengan mengarusutamakan penyelesaian berbagai persoalan termasuk meminta dengan tegas kepada pemerintah pusat agar segera menghentikan intervensi kebijakan nasional di Papua yang berpotensi mereduksi pelaksanaan UU Otsus dan aturan pelaksanaannya (Perdasus dan Perdasi).
5. Bahwa pemerintah pusat segera menghentikan untuk menerima kepentingan kelompok atau individu-individu tertentu tanpa melalui kesepakatan Orang Asli Papua dan pemerintah daerah Provinsi Papua dan Provinsi Papua Barat, DPRP dan DPRPB, serta MRP dan MRPB.
6. Bahwa kepada para tokoh yang menyebut diri sebagai Tokoh Papua, Kami mengajak membuka mata dan melihat hal-hal mendasar termasuk proteksi masyarakat adat Papua dari tindakan – perlakuan rasis dan persoalan pelanggaran ham sebagai upaya menyelesaikan akar masalah di Tanah Papua, dan bukan mengedepankan hal-hal yang jauh dari kebutuhan masyarakat adat Papua yang cenderung menimbulkan konflik, tanpa ada niat baik untuk mengehentikan jatuhnya korban jiwa Orang Asli Papua diatas tanahnya.

Editor: LEPIANUS KOGOYA