JAYAPURA- Lembaga kajian indepeden internasional World Resources Institute (WRI) Indonesia) menawarkan dua aplikasi teknologi khusus satelit untuk pemantauan hutan di Cagar Alam Pegunungan Cycloop pasca bencana banjir bandang yang terjadi tanggal 16 Maret 2019 lalu. Kedua aplikasi itu adalah Global Forest Watch Dan Forest Watcher.
Peneliti WRI Indonesia wilayah Papua dan Papua Barat, Martha T Karafir kepada pers mengatakan Global Forest Watch (GFW) Dan Forest Watcher (FW) merupakan aplikasi khusus menggunakan teknologi satelit yang digunakan untuk memantau tutupan hutan di dunia. Saat ini, aplikasi tersebut digunakan memantau hutan di Hutan Amazon Brasil dan sejumlah Negara di dunia.
Keunggulan dari aplikasi ini, kata Martha, antara lain datanya real time, cakupannya global dengan dataset t resolusi tinggi. GFW dan FW memiliki cakupan data kompleks. Sehingga menjadi lebih mudah dimengerti dan relevan untuk pengambil kebijakan. Dan datanya gratis dan tersedia secara public.
“Tahun 2014, kami meluncurkan Global Forest Watch dengan platform online yang sepenuhnya interaktif, gratis, menampilkan data tentang apa yang terjadi pada hutan dunia,”ungkap Karafir disela-sela Pelatihan wartawan Jayapura yang digelar USAID Lestari bekerjasama dengan BKSDA Papua, Selasa siang (02/4/2019) di Hotel Horex Sentani Kabupaten Jayapura.
Lebih lanjut kata Martha Kafiar, salah satu data utama di platform GFW adalah data kehilangan tutupan pohon tahunan global. Data kehilangan tutupan pohon dihasilkan dari analisis citra satelit Landsat dengan resolusi spasial 30m yang dikembangkan bersama tim dari Univeristy of Maryland, Amerika Serikat.
“Platfrom GFW juga memiliki lebih dari 190 dataset, baik data global maupun data nasional. Platform ini juga memiliki data untuk Indonesia. Data kontekstual yang tersedia untuk Indonesia dari berbagai sumber, seperti data konsesi dan data hutan primer Indonesia,”papar perempuan Papua itu.
Aplikasi ini sudah di digunakan di Kalimantan dan Sumatera. Dan hasilnya kedua daerah itu kehilangan hutan primer cukup besar antara tahun 2016 dan 2017 masing-masing sebesar 68 persen dan 51 persen, dengan pengurangan terbesar terlihat di Sumatera Selatan, Kalimantan Tengah dan Jambi.
Menurutnya, WRI telah bekerja sama dengan 17 lembaga pemerintah nasional, 14 perusahaan dan 33 organisasi lokal untuk memantau kondisi hutan. WRI fokus pada empat bidang utama yakni hutan, iklim, kota dan transportasi, dan tata kelola.
WRI Indonesia, didirikan di Indonesia pada 2014 dengan nama Yayasan Institut Sumber Daya Dunia, adalah lembaga kajian independen yang fokus pada pembangunan sosial ekonomi nasional dengan cara yang adil dan berkelanjutan.
“Kami mengaktualisasikan gagasan-gagasan besar ke dalam aksi nyata pada titik temu yang menghubungkan lingkungan dengan peluang ekonomi dan kesejahteraan manusia,”ujarnya.
Editor: HANS BISAY
Komentar