JAKARTA – Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia menggandeng produsen pesawat jet asal AS, Boeing, guna membangun konsep operasi penerbangan khusus di Papua.
Direktur Utama Perum Lembaga Penyelenggara Pelayanan Navigasi Penerbangan Indonesia (LPPNPI/AirNav Indonesia) Novie Riyanto mengatakan tingkat kesulitan penerbangan di Papua sangat tinggi.
“Cuaca di Papua itu cepat sekali berubah. Setengah jam terang, setengah jam kemudian gelap karena berkabut. Ini harus segera diantisipasi. Kalau pesawat terbang saat cuaca jelek, ini kan bahaya,” katanya di Jakarta pada Rabu (14/6/2017).
Oleh karena itu, lanjut Novie, AirNav menjalin kerja sama dengan Boeing untuk menyusun konsep operasi di Papua. Menurutnya, konsep operasi di Papua tersebut tidak sama dengan operasi di pulau-pulau lainnya, seperti Jawa dan Kalimantan.
Dia memperkirakan konsep operasi penerbangan dari Boeing akan rampung pada September 2017. Pada saat bersamaan, AirNav juga akan memasang peralatan navigasi guna mendukung konsep operasi penerbangan khusus tersebut.
“Mei ini, kami sudah ajukan anggaran untuk peralatan. Mungkin, sudah bisa dipasang pada Agustus 2017. Kami perkirakan konsep operasi penerbangan khusus itu sudah bisa berjalan pada awal 2018,” tuturnya.
Novie berharap konsep operasi penerbangan dari Boeing tersebut dapat mengurangi angka kecelakaan di Papua ke depannya. Apalagi, pertumbuhan arus pergerakan pesawat di Papua setiap tahunnya cukup tinggi.
Lebih lanjut, AirNav Indonesia juga akan mengucurkan dana Rp134,6 miliar pada 2017 guna mengembangkan standar pelayanan navigasi penerbangan di Papua. Sedikitnya, ada 33 program yang akan direalisasikan.
Salah satu program AirNav di Papua a.l. seperti memasang sistem Automatic Dependent Surveillance-Broadcast (ADS-B) atau alat pelacak posisi pesawat otomatis yang diperoleh dari sinyal global navigation satelit system (GNSS).
Direktur Operasi AirNav Indonesia Wisnu Darjono mengatakan peralatan sistem ADS-B di Papua sudah terpasang di tiga station. Rencananya, sistem ADS-B itu akan ditambah, dan dipasang di enam station.
“Saat ini, kami masih melakukan proses pengadaan. Saya perkirakan seluruh perangkat ADS-B yang akan ada di Papua nantinya sudah mulai bisa digunakan pada pertengahan 2018,” ujarnya.
Wisnu menilai penggunaan perangkat ADS-B untuk memandu penerbangan di Papua sangat ideal. Selain kebutuhan listrik yang rendah, penggunaan alat ADS-B juga lebih akurat dalam memandu pesawat ketimbang sebelumnya.
Sementara itu, Ketua Penerbangan Berjadwal Indonesia National Air Carrier Association (INACA) Bayu Sutanto mengapresiasi rencana pemerintah untuk menggunakan sistem ADS-B di Papua.
“Saya kira teknologi itu cukup bagus, karena bisa membantu meningkatkan keselamatan dan keamanan penerbangan, termasuk juga pelayanan. Namun, ADS-B ini juga bakal menambah biaya kami, terutama untuk pesawat-pesawat lama,” katanya.
Selain teknologi, Bayu menilai kedisiplinan maskapai, pengelola bandara, dan penumpang di Papua juga perlu ditingkatkan. Menurutnya, insiden yang terjadi di Papua selama ini, banyak disebabkan ketidakdisiplinan menjalankan prosedur.