HUKUMPROVINSI PAPUA PEGUNUNGAN

Kejati Papua Sidik Dugaan Korupsi Proyek Jalan Kampus Universitas Baliem

24761
×

Kejati Papua Sidik Dugaan Korupsi Proyek Jalan Kampus Universitas Baliem

Sebarkan artikel ini

Teken MoU Pengawasan Dana di Papua Pegunungan

Asisten Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse bersamaa Koordinator Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Papua, Valery Dedy Sawaki saat menyampaikan keterangan pers, di Kantor Kejati Papua.

JAYAPURA | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua menyidik kasus dugaan korupsi pembangunan jalan dalam kawasan Kampus Universitas Baliem Papua.

Asisten Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse, melalui Koordinator Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Papua, Valery Dedy Sawaki mengatakan peningkatan status perkara dilakukan pada 24 Oktober 2025 setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.

“Kejati Papua meningkatkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jalan dalam kawasan Kampus universitas Baliem Papua pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Pegunungan Tahun Anggaran 2024 ke tahap penyidikan,”ujarnya kepada pers di Jayapura.

Valery menjelaskan bahwa selama proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa enam saksi yang berasal dari unsur Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan pihak penyedia jasa.

“Kejati Papua telah menaikkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan dalam kawasan Kampus Universitas Baliem Papua,” ujar Valery.

Kasus ini berawal dari kontrak pembangunan Gedung Rektorat Universitas Baliem Wamena dan sarana penunjang lainnya senilai Rp135,76 miliar, yang dilaksanakan oleh PT Nesata Makeradi.

Proyek tersebut bersumber dari Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Tahun Anggaran 2024 dengan waktu pengerjaan 196 hari kalender.

Namun, proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan karena DTI tidak diperbolehkan digunakan untuk pembangunan gedung.

Hal ini kemudian mendorong adanya addendum kontrak, yang mengubah jenis pekerjaan menjadi pembangunan jalan dalam kawasan kampus, dengan nilai kontrak berkurang menjadi Rp68,25 miliar.

“Perubahan kontrak ini menjadi dasar pelaksanaan proyek baru yang kemudian diduga tidak sesuai ketentuan karena tidak disertai dokumen perencanaan dan pengawasan,” jelas Valery.

Pekerjaan dimulai pada awal November 2024 dan ditargetkan selesai pada 31 Desember 2024. Dalam pelaksanaannya, Dinas PUPR Provinsi Papua Pegunungan membayarkan uang muka sebesar 20 persen atau Rp13,65 miliar kepada penyedia. Dari jumlah itu, sekitar Rp8 miliar diduga diserahkan kepada pihak lain yang tidak berhak.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 09.B/T/LHP/DJPKN-VIJWJ/PPD.01/06/2025 tertanggal 4 Juni 2024, ditemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp8,49 miliar.

“Temuan BPK tersebut menjadi dasar indikasi adanya dugaan kerugian keuangan negara akibat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata Valery.

Ia menegaskan bahwa proses penyidikan kini difokuskan pada penelusuran aliran dana serta identifikasi pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran proyek.

“Kami akan menindaklanjuti proses ini secara profesional dan transparan untuk memastikan akuntabilitas penggunaan dana infrastruktur di wilayah Papua Pegunungan,” tegasnya.

Sebelumnya, Kejaksaan resmi menandatangani Perjanjian Kerja Sama (MoU) tentang Pengawalan dan Pengawasan Pemanfaatan Dana Desa, Koperasi Desa/Kelurahan Merah Putih, serta Penanganan Pengaduan Penyelenggaraan Pemerintahan Daerah, yang berlangsung di Wamena, Papua Pegunungan.

Dalam sambutannya, Kepala Kejaksaan Tinggi Papua, Hendrizal Husin, S.H., M.H., menegaskan bahwa kerja sama ini bukan sekadar seremoni administratif, melainkan bentuk sinergi nyata antara lembaga hukum dan pemerintah daerah untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang akuntabel dan berintegritas.

“Kejaksaan hadir bukan untuk mencari kesalahan, tetapi untuk memitigasi risiko hukum sejak awal. Namun jika ditemukan niat jahat — mens rea dan actus reus — maka penegakan hukum tetap dilakukan tanpa pandang bulu,” tegas Kajati Hendrizal.

Kajati menambahkan, MoU ini merupakan bagian dari kontribusi Kejaksaan dalam mendukung Asta Cita Presiden Prabowo Subianto menuju Indonesia Emas 2045, khususnya dalam tiga pilar utama: pembangunan dari desa untuk pemerataan ekonomi, reformasi hukum dan birokrasi yang kuat, serta pemberantasan korupsi, narkoba, judi, dan penyelundupan.

“Kejaksaan harus menjadi katalisator, bukan intimidator. Kita kawal agar setiap rupiah dana desa benar-benar sampai ke rakyat,” ujarnya.

Kerja sama ini menitikberatkan pada penguatan fungsi intelijen Kejaksaan dalam mengawal pemanfaatan dana desa dan program Koperasi Merah Putih di tingkat desa dan kelurahan.
Langkah ini juga merupakan tindak lanjut dari sinergi nasional antara Kemendes PDTT dan Jaksa Agung Muda Intelijen Kejagung RI dalam melakukan deteksi dini serta pencegahan potensi penyimpangan dana publik.

Kajati Hendrizal menegaskan bahwa Kejaksaan akan berperan aktif memastikan setiap kebijakan dan proyek pembangunan di Papua Pegunungan berjalan tepat sasaran.
“Kita ingin pembangunan tidak hanya cepat, tapi juga tepat. Pengawasan bukan untuk menakut-nakuti, tetapi untuk memastikan manfaatnya benar-benar dirasakan masyarakat,” ungkapnya dengan nada tegas namun humanis.

Selain itu, Kajati Papua menyoroti pentingnya pendekatan hukum yang humanis berbasis Restorative Justice. Ia menyebut Rumah Restorative Justice di Tanah Papua tidak hanya menjadi tempat penyelesaian perkara, tetapi juga pusat edukasi hukum dan pelestarian nilai-nilai adat.

“Keadilan bukan hanya soal menghukum pelaku, tetapi memulihkan harmoni sosial. Papua Pegunungan memiliki nilai luhur yang harus menjadi bagian dari sistem hukum modern,” ujarnya.
Menutup sambutannya, Kajati Hendrizal menekankan bahwa penandatanganan MoU ini merupakan garis start, bukan garis finis.

“Kerja sama ini bukan sekadar janji di atas kertas, melainkan tekad bersama untuk membangun Papua Pegunungan yang lebih maju, bersih, dan bermartabat,” tegasnya.

Sementara itu, Sekretaris Daerah Provinsi Papua Pegunungan yang hadir mewakili Gubernur menyampaikan apresiasi dan dukungan penuh atas langkah sinergi ini.

“Ini bukti Kejaksaan hadir bersama masyarakat dan pemerintah daerah untuk membangun Papua Pegunungan yang lebih baik,” ujarnya.

Kegiatan penandatanganan MoU ini turut dihadiri oleh seluruh Bupati se-Provinsi Papua Pegunungan, menandai komitmen bersama antara pemerintah daerah dan aparat penegak hukum dalam memperkuat transparansi dan akuntabilitas penyelenggaraan pemerintahan di wilayah pegunungan Papua.

Editor | TIM | PAPUA GROUP

Comment

error: COPYRIGHT © PAPUA TIMES 2023 | KARYA JURNALISTIK DILINDUNGI UNDANG-UNDANG