HUKUMPROVINSI PAPUA PEGUNUNGAN

Kejati Papua Sidik Dugaan Korupsi Proyek Jalan Kampus Universitas Baliem

72
×

Kejati Papua Sidik Dugaan Korupsi Proyek Jalan Kampus Universitas Baliem

Sebarkan artikel ini
Asisten Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse bersamaa Koordinator Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Papua, Valery Dedy Sawaki saat menyampaikan keterangan pers, di Kantor Kejati Papua.

JAYAPURA | Kejaksaan Tinggi (Kejati) Papua menyidik kasus dugaan korupsi pembangunan jalan dalam kawasan Kampus Universitas Baliem Papua.

Asisten Pidana Khusus Kejati Papua, Nixon Mahuse, melalui Koordinator Penyidikan Bidang Pidsus Kejati Papua, Valery Dedy Sawaki mengatakan peningkatan status perkara dilakukan pada 24 Oktober 2025 setelah penyidik menemukan bukti permulaan yang cukup.

“Kejati Papua meningkatkan status penanganan perkara dugaan tindak pidana korupsi pembangunan jalan dalam kawasan Kampus universitas Baliem Papua pada Dinas Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Provinsi Papua Pegunungan Tahun Anggaran 2024 ke tahap penyidikan,”ujarnya kepada pers di Jayapura.

Valery menjelaskan bahwa selama proses penyelidikan, penyidik telah memeriksa enam saksi yang berasal dari unsur Pemerintah Provinsi Papua Pegunungan dan pihak penyedia jasa.

“Kejati Papua telah menaikkan status penanganan perkara dari penyelidikan ke tahap penyidikan atas dugaan tindak pidana korupsi proyek pembangunan jalan dalam kawasan Kampus Universitas Baliem Papua,” ujar Valery.

Kasus ini berawal dari kontrak pembangunan Gedung Rektorat Universitas Baliem Wamena dan sarana penunjang lainnya senilai Rp135,76 miliar, yang dilaksanakan oleh PT Nesata Makeradi.

Proyek tersebut bersumber dari Dana Tambahan Infrastruktur (DTI) Tahun Anggaran 2024 dengan waktu pengerjaan 196 hari kalender.

Namun, proyek tersebut tidak dapat dilaksanakan karena DTI tidak diperbolehkan digunakan untuk pembangunan gedung.

Hal ini kemudian mendorong adanya addendum kontrak, yang mengubah jenis pekerjaan menjadi pembangunan jalan dalam kawasan kampus, dengan nilai kontrak berkurang menjadi Rp68,25 miliar.

“Perubahan kontrak ini menjadi dasar pelaksanaan proyek baru yang kemudian diduga tidak sesuai ketentuan karena tidak disertai dokumen perencanaan dan pengawasan,” jelas Valery.

Pekerjaan dimulai pada awal November 2024 dan ditargetkan selesai pada 31 Desember 2024. Dalam pelaksanaannya, Dinas PUPR Provinsi Papua Pegunungan membayarkan uang muka sebesar 20 persen atau Rp13,65 miliar kepada penyedia. Dari jumlah itu, sekitar Rp8 miliar diduga diserahkan kepada pihak lain yang tidak berhak.

Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Nomor 09.B/T/LHP/DJPKN-VIJWJ/PPD.01/06/2025 tertanggal 4 Juni 2024, ditemukan adanya kelebihan pembayaran sebesar Rp8,49 miliar.

“Temuan BPK tersebut menjadi dasar indikasi adanya dugaan kerugian keuangan negara akibat pelaksanaan pekerjaan yang tidak sesuai ketentuan perundang-undangan,” kata Valery.

Ia menegaskan bahwa proses penyidikan kini difokuskan pada penelusuran aliran dana serta identifikasi pihak-pihak yang diduga bertanggung jawab dalam penggunaan anggaran proyek.

“Kami akan menindaklanjuti proses ini secara profesional dan transparan untuk memastikan akuntabilitas penggunaan dana infrastruktur di wilayah Papua Pegunungan,” tegasnya.

Editor | TIM | PAPUA GROUP

Comment

error: COPYRIGHT © PAPUA TIMES 2023 | KARYA JURNALISTIK DILINDUNGI UNDANG-UNDANG