Senator Papua: Investor Wajib Bayar Pajak ke Daerah untuk Perkuat Fiskal

JAKARTA | Investor yang mengeruk dan memanfaatkan sumber daya alam dari perut bumi Papua diingatkan membayar pajak ke Papua bukan disetor ke Jakarta melulu.

Kewajiban membayar pajak kepada daerah harus dilakukan agar pembangunan dapat berkelanjutan serta berdampak pada perekonomian masyarakat. Karena hari ini, perekonomian di daerah termasuk tanah Papua stagnan.

Pajak yang disetor investor kepada daerah berimplikasi kepada kemampuan keuangan. Fiskal daerah yang tinggi berdampak pada percepatan pembangunan dan menumbuhkan ekonomi.

Ketua Komite III DPD-RI, Dr. Filep Wamafma

Demikian ditegaskan Ketua Komite III Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI, Dr. Filep Wamafma saat Rapat Kerja bersama Komite IV Dewan Perwakilan Daerah (DPD) RI bersam Menteri Keuangan, Sri Mulyani Indrawati, Menteri PPN/Kepala Bappenas. Prof. Rachmat Pambudy dan Perry Warjiyo Gubernur Bank Indonesia, dengan agenda pembahasan RUU APBN Tahun Anggaran 2026, Selasa, 2 September 2025 di Jakarta secara daring.

“Terkait dengan ekonomi daerah kami memberikan masukan dan saran kepada ibu Menteri. Ini sifatnya politik anggaran, bahwa kebijakan di daerah hari ini mengalami stagnan. Oleh sebab itu, dalam rangka penguatan fiskal daerah kami meminta ibu Menteri agar setiap investor yang berinvestasi di daerah wajib membayar pajak di daerah,”tegas Wamafma.

Senator asal Tanah Papua itu mengingatkan bahwa pajak-pajak seperti Pajak Penghasilan Karyawan (PPh 21), Pajak Daerah dan pajak lainnya, wajib dibayar ke daerah sehingga menopang kemampuan keuangan di daerah yang sangat terbatas.

“Investor dan karyawannya. Baik itu karyawan yang ada di daerah maupun yang ada diluar daerah, wajib bayar pajak ke daerah. Ini penting untuk perkuat fiskal daerah,”tegasnya.


Tiga Poin Progam Makan Bergizi Gratis (MBG)

Pada rapat tersebut, Wamafma juga menyarankan tiga poin penting agar program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dipelopori Presiden Prabowo Subianto sukses.

Pertama, program MBG merupakan program strategis yang harus dibiayai secara berkelanjutan sehingga tidak berhenti hanya karena pertimbangan politik.

“Terkait RUU APBN tahun 2026 ini, kami memberikan masukan beberapa hal. Pertama program Makan Bergizi Gratis (MBG) kami apresiasi langkah pemerintah yang mengalokasikan anggaran khusus bagi program MBG. Program ini sangat strategis, walaupun demikian kami beri beberapa catatan sebagai bahan pertimbangan yakni pemerintah harus memastikan konsistensi dan keberlanjutan anggaran untuk program ini,”ujarnya.

“Keberlanjutan keuangan memberikan jaminan bahwa program ini tidak berhenti dengan pertimbangan tahun politik,”kata Wamafma.

Kedua perlunya integrasi lintas sektor guna mendukung keberhasilan program MBG. Kementerian lembaga (K/L) patut bersinergi untuk menopang realisasi program MBG di daerah.

“Program MBG ini sangat penting, tapi di lapangan belum terlihat sinergi antara Kementerian Pendidikan, Kementerian Kesehatan, Badan Pangan Nasional dan Pemerintah Daerah. Makanya muncul persoalan teknis di lapangan,”ujar Wamafma mengingatkan.

Ketiga adalah keterlibatan ahli gizi dalam progam MBG harus mendapat perhatian khusus. Pasalnya dalam beberapa kasus di daerah, makanan yang disajikan untuk para pelajar masih bermasalah.

Ahli gizi wajib dilibatkan pada program MBG untuk memberikan informasi yang akurat terkait panduan dan pola makanan Bernutrisi Yang Tepat Dan Sesuai Dengan Kebutuhan.

“Pengawasan tentang kualitas gizi juga sangat penting karena hampir di Sebagian dapur yang berada di daerah tidak melibatkan ahli gizi. Di sejumlah daerah malah tidak ada ahli gizinya. Sehingga dikuatirkan makanan yang harusnya dikonsumsi bergizi justru sebaliknya.”

“Jangan sampai makan bergizi ini hanya nama, tapi ternyata menunya tidak bergizi. Ini juga harus menjadi pertimbangan untuk memastikan bahwa program bergizi ini berlangsung dengan baik dan benar,”tandas Filep Wamafma.

Anggota Komite IV DPD-RI, Yance Samonsabra,S.H.,M.Si

Alokasi Dana Desa dan KDMP

Senada, Anggota Komite IV DPD-RI, Yance Samonsabra,S.H.,M.Si menyarankan sinergi dan koordinasi antara kementerian lembaga ditingkatkan untuk mendukung realisasi program MBG.

Ia meminta agar Menteri Keuangan memfasilitasi pusat koordinasi antara kementerian dan pemerintah daerah untuk mendukung secara baik implementasi program MBG termasuk pengawasannya.

Samonsabra menyebutkan koordinasi untuk program MBG belum berjalan maksimal di daerah. contoh kasus ketika pelajar yang mengkonsumsi MBG mengalami keracunan, tidak tahu kemana harus mengadu atau melaporkan.

“Kita berharap MBG ini harus dikoordinasikan dengan baik. Sehingga program ini berkelanjutan. Sampai dengan saat ini belum kantor atau pusat koordinasi untuk progam MBG ini di daerah,”ungkap Senator asal Papua Barat itu.

Pada kesempatan tersebut, Yance Samonsabra juga meminta Menteri Keuangan agar besaran alokasi Dana Desa tak boleh dikurangi. Karena program yang dibiayai dari dana desa masih berlangsung dan masyarakat di kampung atau desa telah menikmati dampak dari program tersebut.

“Tadi saya dengar, Ibu Menteri Keuangan sebutkan Dana Desa tahun 2026 dari alokasi Rp70 triliun turun menjadi Rp60 triliun sedangkan program Koperasi Desa Merah Putih alokasinya anggaranya Rp83 triliun. Kami harapkan Dana desa tetap dipertahankan mengingat programnya sudah berjalan sedangkan program KDMP ini belum terealisasi, masih sebatas sosialisasi. Untuk itu, kami minta agar program dana desa mendapat perhatian khusus karenanya progranya sudah terealisasi,”pungkas Samonsabra.

Editor | HANS AL | PAPUA GROUP