JAKARTA | Mahkamah Konstitusi (MK), Kamis 4 September 2025, kembali menggelar sidang dalam Perkara Nomor 139/PUU-XXIII/2025 yang diajukan tiga karyawan PT Freeport Indonesia, yaitu Alfonsius Londoran, Nurman, dan Abdul Rahman.
Sidang yang dipimpin majelis hakim Suhartoyo, Daniel Yusmic P Foekh dan Ridwan Mansyur dengan agenda perbaikan permohonan.
Tiga karyawan PT Freeport Indonesia yang menjadi Pemohon Perkara Nomor 139/PUU-XXIII/2025 menyampaikan perbaikan permohonan pengujian materi Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK) terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia (UUD NRI) Tahun 1945 ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Pada perkara ini bertambah jumlah pemohon atas nama Munir Tjaya.

Para Pemohon menambahkan alasan permohonan dalam poin 44 bahwa jika permohonan ini dikabulkan maka pembayaran manfaat pensiun bagi peserta Dana Pensiun menjadi bersifat pilihan.
Di mana para Pemohon lebih memilih pembayaran secara sekaligus 100 persen pada saat memasuki usia pensiun. Sedangkan peserta lain di luar para Pemohon boleh memilih pembayaran pertama kali secara sekaligus 20 persen dari manfaat pensiun dan 80 persen dibayar secara berkala selama 10 tahun dengan membeli produk anuitas perusahaan asuransi jiwa atau menerima pembayaran dari Dana Pensiun Freeport Indonesia seumur hidup.
“Dalam uraian ini angka 44 ini telah kami sesuaikan apa yang kami minta di bagian petitum telah kami uraikan dalam posita ini yang kami bulatkan di angka 44 ini,” ujar Harris Manalu selaku kuasa hukum Pemohon secara daring dalam sidang perbaikan permohonan pada Kamis, 4 September 2025.
Untuk mengakomodasi keinginannya itu para Pemohon memohon kepada Mahkamah agar menyatakan Pasal 161 ayat (2) UU 4/2023 yang menyatakan “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak harus dilakukan secara berkala” serta Pasal 164 ayat (2) UU 4/2023 yang menyatakan, “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20% (dua puluh persen) dari Manfaat Pensiun” bertentangan dengan UUD NRI 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat.
Sebab, keberlakuan pasal-pasal tersebut dinilai telah berpotensi merugikan hak konstitusional para Pemohon untuk memperoleh hak atas kepastian hukum yang adil dan hak atas penghidupan yang layak serta hak atas untuk mendapat imbalan yang adil dan layak sehingga bertentangan dengan Pasal 28D ayat (1) UUD NRI 1945.
Karena itu, dalam petitumnya, para Pemohon memohon kepada Mahkamah untuk memberikan pemaknaan baru terhadap kedua pasal yang diuji yaitu Pasal 161 ayat (2) UU 4/2023 menjadi “Pembayaran Manfaat Pensiun bagi Peserta, Janda/Duda, atau anak dapat dilakukan secara berkala, namun apabila peserta memilih pembayaran manfaat pensiun secara sekaligus maka pembayarannya harus dilakukan secara sekaligus”.
Sementara untuk Pasal 164 ayat (2) 4/2023 diberikan pemaknaan baru menjadi “Peraturan Dana Pensiun dapat memuat ketentuan yang mengatur pilihan pembayaran Manfaat Pensiun secara sekaligus sebanyak 100% (seratus persen) dari Manfaat Pensiun”.

Sebelumnya, dalam sidang pemeriksaan pendahuluan, para Pemohon telah menyampaikan permohonannya yang mempersoalkan ketentuan pembayaran manfaat pensiun bagi peserta secara berkala serta pembayaran manfaat pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20 persen dari manfaat pensiun.
PT Freeport Indonesia mengikutsertakan para Pemohon pada program Dana Pensiun Freeport Indonesia yang seluruh iurannya ditanggung PT Freeport Indonesia selaku pemberi kerja.
Sebagaimana ketentuan yang diberlakukan PT Freeport Indonesia, para Pemohon tidak berhak lagi mendapat uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja atas terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) karena alasan memasuki usia pensiun apabila jumlah iuran dana pensiun dan hasil pengembangannya yang ditanggung PT Freeport Indonesia lebih besar dari jumlah perhitungan uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja.
Akibat berlakunya Pasal 161 ayat (2) dan Pasal 164 ayat (2) UU P2SK, para Pemohon tidak dapat lagi menikmati imbalan 100 persen manfaat dana pensiun atau uang pesangon dan uang penghargaan masa kerja yang telah dipupuk selama terjadi hubungan kerja ketika para Pemohon mengalami PHK karena alasan memasuki usia pensiun pada saatnya nanti.
Padahal, kata para Pemohon, pembayaran manfaat pensiun tidak boleh dibatasi karena program pensiun ini bersifat sukarela bukan wajib.

Karena program pensiun yang diikuti para Pemohon bersifat sukarela, dalam arti boleh menjadi peserta dan boleh tidak menjadi peserta, maka berdasarkan logika hukum yang membantu dalam memahami, menafsirkan, dan menerapkan hukum secara rasional dan konsisten, seharusn peraturan pembayaran manfaat dana pensiun pada Dana Pensiun Freeport lndonesia tidak terdapat pembatasan atau pengharusan pembayaran manfaat pensiun bagi peserta, janda/duda, atau anak secara berkala.
Selain itu seharusnya juga tidak dibatasi ketentuan pembayaran manfaat pensiun pertama kali secara sekaligus paling banyak 20 persen dari manfaat pensiun.
Editor | TIM | PAPUA GROUP