JAKARTA | Mahkamah Konstitusi (MK), Selasa 02 September 2025, menggelar sidang perdana perkara Perselisihan Hasil Pemilihan Umum Kepala Daerah (PHPU Kada) Tahun 2024 pasca Putusan MK untuk Provinsi Papua dan Kabupaten Boven Digoel.
Sidang terbuka untuk umum. Berlangsung secara daring di Ruang Sidang Pleno Lantai 2 Gedung 1 MK mengagendakan Pemeriksaan Pendahuluan dengan menggabungkan tiga perkara yang telah teregistrasi, yaitu;
1. Perkara nomor 328/PHPU.GUB-XXIII/2025 untuk Provinsi Papua
2. Perkara nomor 330/PHPU.BUP-XXIII/2025 untuk Kabupaten Boven Digoel
3. Perkara nomor 329/PHPU.BUP-XXIII/2025 untuk Kabupaten Boven Digoel.
Sidang tersebut dipimpin oleh Wakil Ketua MK Saldi Isra, didampingi Hakim Konstitusi Enny Nurbaningsih dan Ridwan Mansyur.

Pada sidang tersebut mendengarkan permohonan yang disampaikan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Nomor Urut 1, Benhur Tomi Mano–Constant Karma (BTM-CK) melalui kuasa hukumnya Dr.Anthon Raharusun,S.H.,M.H,Hardian Tuasamu,S.H,Tanda, Perdamaian Nasution,S.H,M.H,Dr.Nikson Gans Lalu,S.H.,M.H dan Dr Baharudin Farowowan,S.H.,M.H, yang mengajukan permohonan Perselisihan Hasil Pemilihan Umum (PHPU) pasca-Pemungutan Suara Ulang (PSU) Pilgub Papua berdasarkan Putusan MK Nomor 304/PHPU.GUB-XXIII/2025.
Pemohon (BTM-CK) mendalilkan adanya selisih suara sebesar 0,8 persen atau 4.134 suara dengan Paslon Nomor Urut 2, Matius Fakhiri–Aryoko Alberto Ferdinand Rumaropen, akibat partisipasi pemilih di atas 100 persen di 62 tempat pemungutan suara (TPS).
“Ada TPS yang tingkat partisipasinya di atas 100 persen yang tersebar di 62 TPS yang kami dalilkan,” ujar Hardian Tuasamu selaku kuasa hukum Pemohon pada sidang pemeriksaan pendahuluan.
Diketahui KPU Provinsi Papua menetapkan hasil pasca-PSU menunjukkan Paslon Nomor Urut 1 memperoleh 255.683 suara dan Paslon Nomor Urut 2 meraih 259.817 suara. Selisih ini berada di bawah ambang batas PHPU, yakni 10.310 suara atau 2 persen dari total suara sah.

Pemohon mengklaim seharusnya mereka memperoleh 246.418 suara, unggul tipis dari Paslon Nomor Urut 2 yang hanya berhak atas 245.528 suara.
Selisih tersebut diduga terjadi karena adanya penambahan suara di 62 TPS dengan partisipasi di atas 100 persen, yang tersebar di Kabupaten Jayapura, Kepulauan Yapen, Biak, Sarmi, Supiori, Keerom, Waropen, dan Kota Jayapura.
Pemohon menilai hal ini bertentangan dengan Putusan MK Nomor 304 yang telah menegaskan bahwa DPT PSU wajib menggunakan DPT dari Pemilu 27 November 2024, sehingga tidak diperbolehkan adanya penambahan pemilih baru pada saat PSU yang digelar 6 Agustus 2025.
Pemohon menyebut keberatan telah disampaikan berjenjang mulai dari pleno Distrik, Kabupaten, hingga Provinsi, dan Bawaslu Papua pun memberi saran perbaikan. Namun, KPU selaku Termohon mengabaikan keberatan tersebut dan tidak mengindahkan rekomendasi Bawaslu.
Atas dasar itu, Pemohon dalam petitumnya meminta MK membatalkan Keputusan KPU Papua Nomor 640 Tahun 2025 tentang Penetapan Hasil Pilgub Papua 2024 pasca-Putusan MK sepanjang terkait perolehan suara di 92 TPS bermasalah, serta menetapkan hasil perolehan suara Pilgub Papua sesuai klaim Pemohon.
Editor | TIM | PAPUA GROUP