SORONG | Rencana Kejaksaan Negeri Sorong untuk memindahkan Tahanan Politik (TAPOL) Negara Federal Republik Papua Barat (NFRPB) ke luar Sorong. Ke Makassar, mendapat penolakan.
Pemindahan ini akan menimbulkan persoalan serius dari segi hukum, HAM, dan prinsip keadilan.
Dalam siaran persnya, para keluarga Tapol NFRPB menjelaskan berdasarkan ketentuan dalam KUHAP maupun praktik hukum acara pidana di Indonesia, atau yang tertuang dalam pasal 85 UU No 8 Tahun 1981,tentang pemindahan lokasi sidang atau tahanan hanya dapat dilakukan dalam kondisi tertentu, antara lain:
1. Keamanan tidak terjamin di wilayah setempat atau sorong, sehingga sidang tidak dapat berlangsung secara aman dan tertib.
2. Adanya bencana alam atau kondisi force majeure lainnya yang dapat menghalangi pelaksanaan sidang di lokasi semula.

Namun Fakta di lapangan menunjukkan bahwa, situasi keamanan di Sorong dalam keadaan kondusif. Tidak ada kerusuhan massal, ancaman serius, ataupun bencana alam yang menghambat jalannya sidang.
Oleh karena itu, alasan pemindahan menjadi sangat lemah dan terkesan dipaksakan.
“Pemindahan ini menurut kami berpotensi melanggar hak terdakwa untuk diadili di wilayah hukum tempat peristiwa terjadi, yang diatur dalam asas peradilan dekat dengan locus delicti atau tempat kejadian perkara”.
Rencana pemindahan ini akan menimbulkan beban ekonomi, psikologis, dan sosial bagi keluarga terdakwa karena jarak yang jauh, serta mengurangi akses publik dan pendamping hukum dalam mengawasi jalannya persidangan.
Serta dapat memperparah kondisi kesehatan yang kurang baik dari kedua TAPOL, yakni Bapak Maksi dan Abraham Gorma Gamab, dan juga mengarah pada rekayasa proses hukum yang berpotensi melanggar asas peradilan yang adil (fair trial).
Secara politik, langkah ini juga dapat dilihat sebagai usaha mengisolasi tahanan politik dari dukungan keluarga, pemerhati HAM, masyarakat lokal, serta untuk meminimalisir sorotan publik di Sorong.
Rencana pemindahan tahanan politik NFRPB untuk disidangkan di luar Sorong tidak memiliki dasar hukum yang kuat, karena tidak terpenuhi syarat-syarat objektif seperti situasi keamanan yang memburuk atau adanya bencana alam.
Langkah ini bukan hanya cacat prosedural, tetapi juga berpotensi melanggar hak asasi manusia, melemahkan prinsip keterbukaan peradilan, dan mengindikasikan adanya motif politik di balik proses hukum tersebut.

Keluarga dan Solidaritas Pendamping Tahanan Politik NFRPB, dalam pernyataan sikapnya menyatakan
Mmenolak dengan tegas rencana pemindahan sidang dari ke empat Tahanan Politik (TAPOL) Papua (NFRPB) ke luar Sorong, atau dalam hal ini ke Makassar karena tidak sesuai dengan ketentuan hukum dan kondisi faktual di lapangan.
Meminta kepada Kejaksaan Agung untuk segera membatalkan “Fatwa Persidangan” dari Kejaksaan Negeri Sorong terkait dengan rencana pemindahan dan persidangan dari ke 4 Tahanan Politik Papua (NFRPB) ke Makassar Provinsi Sulawesi Selatan.
Menuntut Kejaksaan Negeri Sorong untuk melaksanakan sidang di Sorong sebagai wilayah hukum yang sah dan aman, sesuai asas peradilan yang dekat dengan tempat kejadian perkara (locus delicti).
Mengecam tindakan Kejaksaan yang berpotensi memanipulasi alasan pemindahan demi mengisolasi terdakwa dari keluarga, pendamping hukum, dan masyarakat.
Meminta Kejaksaan Negeri Sorong Untuk Bertindak atau mengambil kebijakan yang transparan dan Independen.
Apabila desakan kami tidak diindahkan atau dipenuhi, maka kami akan melakukan upaya hukum dan advokasi lanjutan, termasuk:
elaporkan Kejaksaan Negeri Sorong ke Kepolisian atas dugaan penipuan atau pemalsuan Informasi dan juga keterangan palsu, seperti yang tertuang dalam KUHAP No 242 dan juga penyalahgunaan kewenangan soal kondisi keamanan dan status bencana alam.
Mengajukan keberatan resmi kepada pengadilan dan lembaga-lembaga terkait, termasuk Komnas HAM dan juga Ombudsman.
Menggalang dukungan publik dan internasional untuk menuntut proses hukum yang adil dan transparan.
Dan juga Mengajak atau melakukan konsolidasi lebih luas dengan melibatkan seluruh elemen masyarakat dan organisasi solidaritas untuk mengawasi dan mengkritisi setiap bentuk pelanggaran hukum dan HAM terhadap tahanan politik Papua.
Editor | TIM | PAPUA GROUP
Komentar