PWI Berduka, Mantan Sekjen Wina Armada Sukardi Tutup Usia

JAKARTA | Kabar duka menyelimuti keluarga besar Persatuan Wartawan Indonesia (PWI). Wina Armada Sukardi, anggota Steering Committee Kongres Persatuan PWI 2025, meninggal dunia pada Kamis, 3 Juli 2025, sekitar pukul 15.59 WIB.

Almarhum wafat dalam usia 65 tahun. Semasa hidupnya, Wina Armada dikenal sebagai sosok wartawan senior, pemikir, dan pakar hukum pers yang memiliki kontribusi besar terhadap perkembangan dunia jurnalistik dan kebebasan pers di Indonesia.

PSU, Ko Pilih Siapa

Pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Papua Putaran Pertama Cagub BTM Meraih Suara Terbanyak 269.970 Suara

Lahir di Jakarta pada 17 Oktober 1959, Wina Armada menempuh pendidikan tinggi di Fakultas Hukum Universitas Indonesia. Kariernya di bidang pers sangat panjang dan produktif. Ia pernah menjabat sebagai Sekretaris Jenderal PWI Pusat periode 2003–2008, dan kemudian menjadi anggota Dewan Pers selama dua periode, yakni 2004–2007 dan 2007–2010. Di Dewan Pers, almarhum dipercaya sebagai Ketua Komisi Hukum dan Perundang-undangan.

Selain aktif dalam organisasi, Wina Armada juga dikenal luas sebagai penulis dan pemikir hukum pers. Ia menulis sejumlah buku penting, di antaranya Wajah Hukum Pidana Pers dan Menggugat Kebebasan Pers. Ia juga menjadi editor dalam berbagai penerbitan buku bertema hukum dan jurnalisme.

Sepanjang hidupnya, almarhum tak pernah lepas dari dunia tulis-menulis. Sejak masa SMP, ia telah menekuni dunia kepenulisan dan dalam satu dekade terakhir bahkan rutin menulis setiap hari. Salah satu gagasan terakhirnya adalah menyusun antologi puisi untuk anak-anak, sebuah proyek literasi yang jarang disentuh secara khusus. Kumpulan puisi bertajuk Pacul Berdarah menjadi bagian dari upaya itu.

Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) Pusat, Hendry Ch Bangun, mengenang Wina sebagai sosok yang penuh dedikasi dan memiliki perjalanan panjang dalam dunia jurnalistik nasional.

“Terakhir kali saya bertemu Wina pada 13 Juni lalu di Gedung Dewan Pers. Kami baru saja menandatangani naskah kesepakatan pembentukan Steering Committee dan Organizing Committee Kongres Persatuan PWI,” kata Hendry, Rabu, 3 Juli malam.

Menurut Hendry, pertemuan itu penuh kehangatan. Wina sempat mengajaknya untuk ngopi santai. “Dia mendatangi saya, bilang ‘Kapan nih, Ndri, kita ngopi-ngopi?’. Saya jawab, ‘Atur saja, saya ikut.’ Kami saling bersalaman, berpelukan, dan tertawa,” ujarnya.

Meski belakangan berbeda pandangan soal dinamika internal PWI, Hendry menegaskan hubungan persahabatan tak pernah pudar. “Ketika terjadi perselisihan di PWI, Wina sebenarnya sempat mencoba menjadi mediator. Namun akhirnya beliau memilih jalannya sendiri. Saya tetap menghormati keputusan itu,” ucapnya.

Pada Maret lalu, mereka sempat bertemu dalam acara berbuka puasa di Hotel Fairmont, Senayan. Wina kembali mengajak Hendry ngopi santai. “Dia bilang, ‘Ndry, kapan-kapan kita ngopi, ngobrol saja, jangan ngomongin PWI.’ Saya bilang siap. Tapi pertemuan itu tak pernah terjadi,” kenang Hendry.

Hendry menuturkan, momen terakhir bersama Wina meninggalkan kesan mendalam. “Hangat pelukannya, tawa lepasnya, seakan masih membekas. Saya tertegun dengan sikapnya yang begitu hangat,” tuturnya.

Sekretaris Panitia Kongres Persatuan PWI 2025, Tubagus Adhi, menyampaikan belasungkawa mendalam atas kepergian almarhum.

“Beliau adalah salah satu wartawan senior yang pemikirannya sangat saya kagumi. Kontribusinya terhadap dunia pers nasional, baik melalui karya tulis maupun pemikiran hukum dan etika jurnalistik, sangat luar biasa dan akan terus dikenang,” ujarnya.

Kehilangan ini menjadi duka mendalam bagi dunia pers Indonesia. Semoga almarhum mendapat tempat terbaik di sisi Allah SWT, dan segala amal ibadah serta dedikasinya selama hidup menjadi amal jariyah yang terus mengalir.

Editor | TIM | PWI

Komentar