Pemerintah Pacu Digitalisasi Layanan Publik

JAKARTA | Pemerintah mempercepat transformasi digital nasional dengan menargetkan operasionalisasi Pusat Data Nasional (PDN 1) mulai Juni 2025. Langkah ini menjadi tonggak penting dalam mewujudkan layanan publik berbasis data yang aman, efisien, dan transparan.

“PDN adalah fondasi penting dalam memperkuat ekosistem digital pemerintahan. Kami bekerja sama dengan Bappenas dan kementerian terkait untuk memastikan sistem yang terintegrasi dan berkelanjutan,” ujar Menteri Komunikasi dan Digital (Menkomdigi) Meutya Hafid, saat audiensi dengan Menteri PPN/Kepala Bappenas di Jakarta, Jumat (2/5/2025).

Menkomdigi menjelaskan bahwa PDN 1 telah melalui proses serah terima pada Maret 2025 dan kini memasuki tahap asesmen keamanan serta operasional oleh Badan Siber dan Sandi Negara (BSSN). “Kami targetkan uji coba operasional dapat dimulai pada Juni,” tegas Meutya dalam siaran persnya.

Percepatan pembangunan PDN merupakan bagian dari upaya mendukung 8 Program Hasil Terbaik Cepat (PHTC) Presiden dan 17 program prioritas nasional. Salah satu sasaran utamanya adalah memastikan penyaluran bansos lebih transparan dan akuntabel melalui teknologi digital yang andal.

Lebih lanjut, pemerintah merencanakan pembangunan tiga Pusat Data Nasional sebagai penguatan infrastruktur digital. Selain PDN 1 yang segera beroperasi, PDN 2 dan PDN 3 sedang disiapkan dengan skema co-sharing yang tengah dibahas untuk mempercepat realisasi.

Menkomdigi juga menyoroti urgensi penguatan cadangan operasional. “Saat ini, opsi cadangan masih mengandalkan PDN Sementara (PDNS), namun anggarannya belum tersedia. Jika tidak segera dianggarkan, ada risiko sistem berjalan tanpa cadangan, dan itu tidak ideal,” katanya.

Pemerintah menegaskan komitmennya untuk menyelesaikan seluruh proses pembangunan pusat data secara tuntas demi memastikan transformasi digital pemerintahan berjalan efektif, aman, dan berkelanjutan.

AI Kesehatan Butuh Regulasi dan Uji Etik Sebelum Digunakan Massal
Sementara itu, Wakil Menteri Komunikasi dan Digital Nezar Patria, menegaskan arti penting proses pengembangan dan pengawasan melalui pendekatan sandboxing.
Pemanfaatan teknologi kecerdasan artifisial atau Artificial Intelligence (AI) di sektor kesehatan membutuhkan perhatian yang lebih serius.

Menurutnya, sebelum sebuah sistem AI diimplementasikan secara luas, terlebih dahulu perlu melewati tahapan pengujian dalam lingkungan terbatas dan terkontrol sebelum terintegrasi ke sistem yang lebih besar.

“Saya kira penting sekali. AI itu harus lolos dulu dari proses ini. Di situ kita bisa lihat bagaimana sistem itu comply dengan regulasi, mitigasi risikonya seperti apa, dan apakah cocok dengan use case yang diajukan, dengan trial yang dibuat,” tegasnya kepada perwakilan Kelompok Kerja Komunikasi Risiko dan Pelibatan Masyarakat (Risk Communication and Community Engagement/Pokja RCCE+) di Kantor Pusat Kementerian Komdigi, Jakarta Pusat.

Menurut Nezar Patria, dalam proses sandboxing para pemangku kepentingan bisa menilai berbagai aspek teknis dan etis, termasuk kesiapan operasional dan potensi dampaknya terhadap masyarakat. Ia menyontohkan proses yang dijalankan di Tiongkok dan bisa mengungguli negara-negara maju lain karena melakukan sandboxing terlebih dahulu di level domestik.

“China itu sudah sampai pada level advanced AI-nya, lebih banyak robot diciptakan dengan AI di sana untuk melakukan tugas-tugas. Dan sebelum go global, mereka mencoba di pasar domestik dulu, jadi sandboxingnya sudah berlangsung di negara mereka lebih dulu,” tuturnya.

Nezar Patria mengingatkan tantangan lain dalam penerapan model Agentic AI, yang mampu membuat keputusan sendiri. Menurutnya, risiko adalah hal yang tidak bisa dihindari dalam pengembangan teknologi mutakhir. Khususnya dalam konteks kesehatan, risiko AI bukan hanya teknis, tetapi juga sosial dan etis.

“Kalau masih butuh campur tangan manusia, kita harus punya kebijakan soal human in the loop. AI di sektor kesehatan tantangannya besar sekali. Disinformasi misalnya, itu sektor kesehatan adalah yang tertinggi kedua setelah politik. Belum lagi ada bias dengan kepentingan komersial. Bisa saja muncul rekomendasi medis yang tidak pernah melewati uji klinis,” jelasnya.

Oleh karena itu, Nezar Patria menekankan pengembangan AI kesehatan yang berbasis pada data nasional yang telah dikurasi dan divalidasi oleh para ahli dalam negeri.

“Dengan pendekatan ini, Indonesia bisa membangun sistem AI yang tidak hanya inovatif, tetapi juga aman, etis, dan sesuai dengan nilai-nilai Pancasila,” tegasnya.

Editor | TIM | PAPUA GROUP

Komentar