Polisi Harus Netral Jelang Pilkada 2024

JAKARTA | PAPUA TIMES- Anggota Komisi III DPR RI Nasir Djamil ingatkan Kepolisian Republik Indonesia (Polri) untuk netral jelang Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada) Serentak 2024 pada 27 November 2024 mendatang. Hal ini agar demokrasi yang berlangsung di Indonesia dapat terus terjaga kualitasnya.

“Saya pikir Kepolisian Republik Indonesia diharapkan bisa membantu agar demokrasi kita semakin berkualitas. Negara hukum kita semakin berkualitas, dan keadilan sosial bisa dirasakan oleh seluruh lapisan masyarakat kita,” kata Nasir dalam Rapat Kerja Komisi III dengan jajaran Kapolri dan Kapolda seluruh Indonesia, di Gedung Nusantara II, DPR RI, Senayan, Jakarta, Senin (11/11/2024).

Nasir menambahkan, dalam konteks Pilkada, netralitas Polri sangat diharapkan. Polri pun diharapkan terus memberi kesempatan warga negara untuk menyampaikan pendapatnya, mendapatkan kebebasan berekspresi, dan lain sebagainya.

“Dalam konteks hak asasi manusia dan negara demokrasi saya pikir Kepolisian harus memenuhi hak warga diantaranya adalah bagaimana Kepolisian bisa bersikap mengayomi dan berada di atas semua kelompok terutama pada kontestan,” imbuhnya.

Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo.

Kapolri Jenderal Polisi Drs. Listyo Sigit Prabowo, mengungkapkan misinformasi atau disinformasi menjadi ancaman tertinggi pada Pilkada 2024. Kapolri menyoroti terkait potensi kerawanan yang terjadi di media sosial.
“Kemudian juga ada satu tambahan yang mungkin juga harus rekan-rekan ikuti terkait dengan potensi kerawanan yang terjadi di media sosial. Karena saat ini kalau kita ikuti ada 33 miliar interaksi media sosial, 38% isinya positif, 23% netral, dan 29% negatif,” ungkap Kapolri pada Kamis (7/11).

Pada kesempatan yang sama, Kapolri juga menyampaikan salah satu ancaman tertinggi Pilkada tahun ini adalah hoax. Menurut Kapolri tidak semua masyarakat bisa membedakan informasi yang benar dan yang hoax.

“Karena saat ini salah satu ancaman tertinggi adalah adanya misinformasi dan disinformasi terkait dengan penyebaran berita hoax. Dan ini tentunya harus diantisipasi, karena tidak semua masyarakat kemudian bisa membedakan apakah ini hoax apakah ini berita yang benar,” ucap Kapolri.

Sementara itu, Anggota Komisi II DPR RI Komarudin Watubun menyoroti indeks demokrasi Indonesia yang merosot pada pemerintahan presiden sebelumnya. Menurutnya, buruknya capaian tersebut harus dijadikan pelajaran bagi pemerintahan saat ini untuk tidak mengulangi kesalahan tersebut.

Karena itu, ia berharap Pemerintahan Prabowo Subianto mampu menciptakan pemerintahan yang bersih dan berdemokrasi, yang tercermin pada menciptakan Pilkada serentak 2024 betul-betul sebagai pesta demokrasi rakyat.
“Jadi, para Penjabat (Pj) kepala daerah itu (saya imbau) sudahlah kerja dengan baik bahwa mereka ini ASN yang diatur oleh UU (soal) netralitasnya. Itu harus terjaga dengan baik. Jangan sampai mereka jadi tim sukses. Kalau mau jadi tim sukses keluar saja dari pegawai, cari uang jadi tim sukses, itu lebih enak kan jadi lebih fair. Jadi, jangan buat pemilu yang berpura-pura, supaya pilkada besok itu dipastikan betul-betul pesta rakyat,” tegasnya kepada Parlementaria di sela-sela Kunjungan Kerja Spesifik Komisi II DPR RI ke Kendari, Sulawesi Tenggara.

Komarudin pun mengatakan bahwa seluruh pihak harus mendukung pemerintahan Presiden Prabowo dengan semangat membangun demokrasi tumbuh dengan baik. Hal itu mengingat pilkada serentak yang akan dilakukan 27 November mendatang merupakan pilkada serentak pertama yang dilaksanakan dari Sabang sampai Merauke.

Sehingga, lancarnya Pilkada serentak ini akan menjadi adalah awal dari membaiknya kekuasaan pemerintahan Prabowo. Karena itu, ia berharap tunjukkanlah pilkada yang akan datang adalah sebagai pesta demokrasi yang jujur dan adil.

“Jangan sampai orang sekeliling dia yang cawe-cawe di bawah cari muka akhirnya pak Prabowo punya nama jadi hancur kan. Ini pilkada pertama dan ini awal dari kekuasaan beliau. Tunjukkan ini adalah pilkada yang jujur dan adil,” kata Politisi Fraksi PDI-Perjuangan ini.

Komaruddin menilai penindakan pelanggaran netralitas ASN sudah sangat jelas diatur di dalam Undang-Undang Nomor 10 Tahun 2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota. Dalam UU tersebut, ASN yang melakukan pelanggaran dapat ditindak langsung. Namun dalam praktiknya, tambahnya, tetap berdasarkan political will yang ada.
Editor | TIM REDAKSI | RLS