LBH dan Amnesty Soroti Penangkapan Pelajar dan Guru di Papua Tengah

JAYAPURA | PAPUA TIMES- Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Papua dan Amnesty Internasional Indonesia mendesak Kapolri dan Kapolda Papua memproses hukum oknum polisi yang melakukan penangkapan dengan kekerasan terhadap guru serta pelajar di Dogiyai, Papua Tengah.

Direktur LBH Emanuel Gobay, S.H.,MH mengatakan tindakan aparat kepolisian menangkap pelajar dan interogasi terhadap guru akibat tindakan mencoret pakaian seragam bermotif bintang kejora adalah tindakan illegal.

Dikatakan Emanuel, euforia perayaan kelulusan pelajar di Tanah Papua dengan mencoret baju seragam sekolah bermotif Bintang Kejora adalah bentuk ekspresi biasa yang tidak perlu ditanggapi berlebihan oleh aparat.

Direktur LBH Papua, Emanuel Gobay.

Dalam catatan LBH, penangkapan terhadap pelajar sudah berlangsung beberapa tahun terakhir diantaranya penangkapan pelajar tahun 2022 di Polres Jayapura, kemudian Polres Jayapura dan Polres Nabire tahun 2023 dan tahun ini 2024 di Polres Nabire.

Menurut Gobay, penangkapan atas dasar tindakan mencorek baju seragam sekolah bermotif Bintang Kejora tersebut sendiri menjadi pertanyaan terkait apa dasar hukum pihak kepolisian membatasinya sebab Setiap orang berhak atas kebebasan meyakini kepercayaan, menyatakan pikiran dan sikap, sesuai dengan hati nuraninya sebagaimana diatur pada Pasal 28e ayat (2), UUD 1945.

“Sampai saat ini belum ada satupun pasal dalam Kitab Undang Undang Hukum Pidana (KUHP) maupun Undang Undang lainnya yang menegaskan bahwa “apabila ada warga Negara yang mengunakan pakaian atau gelang ataupun noken ataupun benda-benda apapun yang bermotif bintang kejora dihukum dengan pidana,”ujarnya.

Dikatakan Emanuel, apabila yang dijadikan dasar adalah Pasal 6 ayat (4), Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah yaitu Desain logo dan bendera daerah tidak boleh mempunyai persamaan pada pokoknya atau keseluruhannya dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/ lembaga/gerakan separatis dalam Negara Kesatuan Republik Indonesia dimana dalam penjelasannya disebutkan Yang dimaksud dengan desain logo dan bendera organisasi terlarang atau organisasi/perkumpulan/lembaga/gerakan separatis dalam ketentuan ini misalnya logo dan bendera bulan sabit yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Aceh, logo burung mambruk dan bintang kejora yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Papua, serta bendera benang raja yang digunakan oleh gerakan separatis di Provinsi Maluku sebagaimana pada penjelaan Pasal 6 ayat (4), Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang lambing daerah maka yang perlu dipahami bahwa dalam Peraturan Pemerintah Nomor 77 Tahun 2007 tentang Lambang Daerah tidak ada ketentuan pidananya.

Atas tindakan penangkapan dan interogasi kepada pelajar dan guru, LBH Mendesak Presiden Republik Indonesia segera mebentuk Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) untuk melakukan pelurusan sejara politik papua sesuai perintah Pasal 46 ayat (1) dan ayat (2) huruf a, Undang Undang Nomor 2 Tahun 2021 agar tidak ada praktek kriminalisasi dan Pelanggaran Hukum terhada Masyarakat Papua mengunakan Bintang Kejora;
Kapolri segera Perintahkan Kapolda Papua mendidik anak buahnya untuk tidak mengunakan Stiqma Bintang Kejora sebagai dasar tindak kriminalisasi maupun melegalkan tindakan pelanggaran hokum terhadap pelajar maupun Warga Papua;

Kapolda Papua segera perintahkan Kapolres Nabire dan Kapolre Dogiyai untuk proses hokum oknum polisi pelaku Pelanggaran Kode Etik Terhadap Guru di Polres Dogiayai dan 14 Pelajar serta 1 Mahasiswa di Nabire;

Kapolres Nabire segera proses hukum oknum Polisi pelaku Tindak Pidana Penyalahgunaan Senjata Api, Tindak Pidana Pengeroyokan dan Tindakan Penganiayaan terhadap Pelajar di Nabire.

Usman-Hamid, Direktur Eksekutif-Amnesty International-Indonesia.

Sementara itu, menanggapi penangkapan polisi terhadap pelajar saat perayaan kelulusan murid Sekolah Menengah Atas di Nabire, Papua Tengah, Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia, Usman Hamid, mengatakan Penangkapan disertai dugaan aksi kekerasan aparat terhadap para pelajar SMA saat merayakan kelulusan mereka di Nabire tidak dapat diterima. Ekspresi kegembiraan lewat aksi arak-arakan secara damai bukan tindak kriminal.

“Simbol bintang kejora adalah bagian dari ekspresi budaya dan seharusnya tidak menjadi alasan bagi aparat untuk menindas dan menahan siapapun tanpa proses hukum yang adil. Polisi dan pemerintah seharusnya meneladani pendekatan Gus Dur terhadap orang asli Papua. Simbol budaya seperti bendera bintang kejora mendapat ruang karena memang merupakan ekspresi damai.”
Dikatakan Usman, penangkapan tanpa proses hukum yang jelas dan kekerasan yang diduga terjadi selama penangkapan tersebut adalah pelanggaran serius terhadap hak asasi manusia. Setiap individu, termasuk pelajar, memiliki hak untuk menyuarakan pendapat dan berekspresi tanpa takut akan penindasan atau penangkapan sewenang-wenang.

“Kami menyerukan kepada pihak berwenang untuk segera membebaskan semua pelajar yang ditahan tanpa alasan yang jelas dan melaksanakan penyelidikan yang adil terhadap tindakan kekerasan yang diduga terjadi.” Kami juga mendesak pemerintah untuk memastikan bahwa hak-hak dasar semua individu di Tanah Papua, termasuk hak untuk berekspresi ataupun menyuarakan pendapat, dijamin dan dihormati sepenuhnya,”tandas Usman dalam press releasenya.

Editor | MARKUS Y | SIMSON R

Komentar