Ginjal Gubernur Enembe Kritis

JAKARTA | PAPUA TIMES- Rekam medik Gubernur Lukas Enembe membuktikan bahwa kondisi orang nomor satu di Papua itu memburuk dari waktu ke waktu, sejak berada di rumah tahanan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Jakarta.

Selain kesulitan berkomunikasi, Gubernur Enembe mengalami gagal ginjal. Penasehat Hukumnya, Petrus Bala Pattyona, di Pengadilan Negeri (PN) Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Jakarta Pusat, Senin (17/7/2023) menyebutkan Enembe menderita penyakit ginjal kronis stadium akhir sehingga tidak dapat hadir dalam sidang.

“Penyakit ginjal pak Enembe sudah kronis stadium akhir. Beliau harus mendapatkan perawatan extra,”ujar Petrus kepada pers usai menghadiri sidang di Jakarta.

Gubernur Enembe wajib menjalani terapi dengan pendampingan dokter spesialis. Dan juga harus mendapatkan asupan gizi yang baik. Petrus mengatakan selama di rumah tahanan KPK, Enembe diberikan menu makanan yang sama dengan tahanan lainnya.

Hal itu tidak tepat. Seharusnya makanan yang diberikan kepada kliennya itu harus sesuai dengan anjuran ahli gizi, karena sedang sakit. Apalagi ginjal Gubernur Enembe berada di fase kritis.

“Kondisi pak Lukas sakit, tapi menu makanannya sama dengan tahanan yang lain,”ungkap Petrus menambahkan Gubernur Enembe saat ini sedang mendapat perawatan medis di Rumah Sakit Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, setelah pada minggu malam, kesehatannya drop.

Sementara itu, keluarga besar Enembe menilai penanganan aparat hukum terhadap Gubernur Papua itu, tidak profesional, tidak etis dan melanggar hak-hak asasi Enembe untuk mendapatkan pelayanan kesehatan yang ideal.

Elius Enembe adik kandung Gubernur Papua menegaskan bila persidangan tetap dipaksakan dan berakibat fatal hingga mengancam nyawa Gubernur Enembe maka seluruh aparat hukum baik itu KPK, Majelis Hakim maupun aparat penegak hukum lainnya yang ikut serta menangani perkara Gubernur Enembe harus bertanggung jawab.

“Kami dari keluarga minta ini diperhatikan. Pak Lukas harus mendapatkan perhatian seirus terkait kondisi kesehatannya. Apabila tetap dipaksakan untuk sidang dan bila terjadi hal yang membahayakan, maka kami akan minta pertanggungajawan semua aparat hukum yang menangani beliau,”tegas Elius.

Sementara itu, Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Tidak Menular Kementerian Kesehatan (Kemenkes) Dr. Eva Susanti, S.Kp, M.Kes mengatakan penyakit ginjal kronis merupakan suatu kerusakan ginjal baik struktural maupun fungsional dan berlangsung progressive atau semakin lama semakin memburuk.

“Dengan obat apapun seseorang yang sudah didiagnosis sebagai penyakit ginjal kronis tetap suatu saat akan memburuk atau stadiumnya akan terus naik dari stadium 1 sampai 5. Pada stadium 5 pasien harus menjalani cuci darah atau terapi pengganti ginjal,”ungkap Eva dikutip dari laman resmi Kemenkes.

Hal senada juga disampaikan Perwakilan Perhimpunan Nefrologi Indonesia (Pernefri) Dr. dr. Wachid Putranto, SpPD mengatakan gejala dari penyakit ginjal kronis seringkali tanpa gejala. Munculnya gejala terjadi pada stadium yang sudah lanjut biasanya sudah stadium 4 atau stadium 5.

“Ini yang menyebabkan pentingnya kita melakukan deteksi dini jangan sampai pasien sudah ada gejala baru periksa kemudian ternyata sudah stadium lanjut,” ucap dr. Wachid.

Dikatakannya, untuk pencegahan terutama harus menerapkan pola hidup sehat. Hal yang sangat penting adalah menghindari minum obat sembarangan seperti obat anti nyeri atau obat asam urat tanpa resep dokter.

Editor | HASAN HUSEN

Komentar