Numberi Cabut Gugatan UU Otsus Papua

JAKARTA | PAPUA TIMES- Mahkamah Konstitusi (MK), Rabu, 19 Oktober 2022, menggelar sidang pengujian materiil Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua (UU Otsus Papua) dengan agenda Pemeriksaan Pendahuluan.

Perkara yang teregistrasi dengan Nomor 99/PUU-XX/2022 ini diajukan oleh Roberth Numberi yang merupakan pensiunan karyawan BUMN. Sedianya, sidang perdana tersebut beragendakan sidang pendahuluan.

SIAPA CALON GUBERNUR PAPUA 2024-2029, PILIHAN ANDA
  • Add your answer
Poll Options are limited because JavaScript is disabled in your browser.

Namun ternyata Pemohon melakukan pencabutan permohonan. Hal tersebut terungkap dalam persidangan saat Wakil Ketua MK Aswanto, mengonfirmasi adanya surat pencabutan perkara nomor 99/PUU-XX/2022 bertanggal 6 Oktober 2022.

Kuasa hukum Pemohon yakni Rafli Fatahudin Syamsuri membenarkan surat tersebut. “Betul adanya kami mencabut permohonan,” ujarnya dikutip laman resmi MK.

Aswanto menjelaskan bahwa pencabutan permohonan ini akan dilaporkan ke dalam Rapat Permusyawaratan Hakim (RPH).

“Untuk perkara ini kami akan laporkan ke Rapat Permusyawaratan Hakim bahwa kuasa dari Perkara Nomor 99/PUU-XX/2022 itu mengajukan pencabutan perkara, nanti akan dibahas dalam RPH apakah pencabutan saudara dikabulkan atau bagaimana sikap RPH nanti akan disampaikan ke saudara melalui Kepaniteraan,” ujar Aswanto dengan didampingi oleh Hakim Konstitusi Saldi Isra dan Suhartoyo.

Sebagai tambahan informasi, dalam permohonannya, Roberth mempersoalkan Pasal 6 ayat (1) huruf b, ayat (2), ayat (3), ayat (4), ayat (5), dan ayat (6), dimana dalam perubahan kedua UU Otsus Papua menyebutkan bahwa 14 orang anggota DPR Provinsi Papua hanya ditunjuk dan diangkat oleh Surat Keputusan Menteri Dalam Negeri tanpa perlu adanya proses pemilihan umum (pemilu) sebagaimana yang diamanatkan oleh Pasal 22E ayat (6) UUD 1945.

Bahwa terhadap penunjukan dan pengangkatan 14 orang anggota DPR Provinsi Papua tanpa melalui mekanisme pemilu telah merugikan Pemohon saat ini dan pada saat akan maju menjadi calon anggota DPR Provinsi Papua tahun 2024, sebab Pemohon akan mengikuti tahapan dan proses Pemilu sesuai dengan yang diamanatkan oleh UUD 1945.

Selain itu, tujuan pembentukan UU Otsus Papua sesungguhnya tidak sematamata ditujukan kepada orang asli Papua yang terakses dengan pemerintahan Provinsi Papua saja, namun justru ditujukan kepada seluruh orang asli Papua, baik yang berada di Tanah Papua maupun yang berada di luar Papua.

Terhadap hal-hal tersebut, Pemohon meminta MK untuk menyatakan Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2021 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2001 tentang Otonomi Khusus Bagi Provinsi Papua tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat serta bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945.

Editor | HASAN HUSEN