Kaltim Putuskan Banding Cabor Terjun Payung

TIMIKA | PAPUA TIMES – Sebagai bentuk ketidakpuasan terhadap keputusan dewan juri atas hasil yang dicapai pada Cabang Olahraga (Cabor) Terjun Payung PON XX 2021 nomor kerjasama antar parasut, atlet perwakilan Kalimantan Timur memilih untuk tidak menghadiri Upacara Penyerahan Medali (UPP) yang dilangsungkan di venue terjun payung, halaman Kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika, Kamis (14/10/2021).

Pada nomor kerjasama antar parasut, juri menyimpulkan Kalimantan Timur (Kaltim) memperoleh medali perak sedangkan Papua Barat dengan perolehan medali emas. Atas keputusan yang dinilai tidak sesuai ini, Kaltim mengajukan sengketa ke Dewan Hakim PON XX.

SIAPA CALON GUBERNUR PAPUA 2024-2029, PILIHAN ANDA
  • Add your answer
Poll Options are limited because JavaScript is disabled in your browser.

“Kami tidak menerima apa yang diputuskan Technical Delegate (TD), dewan juri atau wasit dan dewan juri cabor yang memenangkan Papua Barat sebagai juara pertama dan meraih medali emas, kami juara kedua. Sedangkan di daftar perolehan poin dari babak satu sampai dengan babak 8 penerjunan, itu nilainya sama 24,” ungkap Ketua Bidang Organisasi KONI Kaltim, Budhi Iriawan, S.Hut saat ditemui wartawan di sela penyerahan medali, Kamis(14/10/2021) di venue terjun payung, halaman kantor Pusat Pemerintahan Kabupaten Mimika.

Budhi juga menyebut tidak hanya perolehan nilai saja yang sama, tetapi juga saat tambahan time break satu dan duapun sama nilainya.

“Ada babak tambahan (time break). Itu time break satu, time break dua nilainya juga sama, nol bahkan tidak ada nilai. Poin sama. Cuma karena mereka ada berita acara kesepakatan yang sudah dibuat oleh kedua pihak antara Papua Barat dan Kalimantan Timur yang diketahui oleh TD, itu menjadi patokan mereka untuk laksanakan UPP,” ujarnya.

Namun, setelah mempelajari beberapa aturan terkait penilaian, Budhi menjelaskan bahwa ada disebutkan jika kedua tim telah melaksanakan babak time break, maka perhitungan dilakukan penilaian ulang disetiap babak, mulai dari babak 1 sampai 8, dengan ketentuan tim yang memperoleh poin pertama tercepat yang dari walking time akan keluar sebagai juara, bukan sebagai peringkat pertama. Sebaliknya, tim yang kalah akan ditentukan sebagai juara kedua.

“Ini berlaku kalau kami time break tidak dilaksanakan menurut kami. Sedangkan ini kami pernerjun kami sudah lakukan time break babak kedua dari hari pertama tanggal 12 Oktober siang, namun sore karena cuaca akhirnya tidak jadi. Tadi pagi tanggal 14 sudah terjun juga babak kedua itu. Berarti kalau itu dilakukan tidak berlaku,” terangnya.

“Itu yang tadi kami lakukan protes kepada TD secara lisan, tapi karena mereka kukuh dengan keputusan ini, maka mekanisme yang ada di terjun payung, kami lakukan protes ke dewan juri atau wasit secara tertulis. Itu sudah kami lakukan,” ungkapnya.

Ia juga menjelaskan dalam proses ketidakpuasan hasil yang diperoleh telah disampaikan ke dewan juri, namun tidak dipanggil dalam persidangan dan lainnya sehingga meski telah dilayangkan surat protes dan menunggu, namun hasil yang diperoleh sama, yaitu ditolak.

“Lalu sesuai dengan mekanisme dalam terjun payung, setelah di tingkat dewan juri, kami bayar Rp 10 juta untuk mengadukan protes. Termasuk maju lagi banding ke dewan hakim cabor dengan membayar Rp 5 juta (juga sudah) kita lakukan. Sama tidak ada penjelasan apapun, tidak dipanggil sebagai pemohon atau penggugat, kita hanya disuruh menunggu,” ungkap Budhi lagi.
Padahal lanjut Budhi, mekanisme dewan hakim itu ada istilah pemohon, ada istilah termohon. “Ini tidak ada, kami hanya disodorkan jawaban dari dewan hakim. Sehingga tetap kita ikuti, tetap kita terima, sekarang kami ada upaya sesuai dengan ketentuan yang ada dalam peraturan PON, ada istilah dewan hakim PON. Jika di tingkat dewan hakim PON cabor itu tidak selesai sengketa, maka kita bisa naik banding ke dewan hakim PON,” bebernya.

“Dan itu (banding-red) sudah kita lakukan, sudah masuk permohonan sengketa di tingkat dewan hakim PON, kita tinggal menuggu saja apa yang dilakukan oleh dewan hakim PON. Biasanya melalui persidangan. Meski setelah itu misalnya keputusannya sama, kami sudah berusaha untuk memperjuangkan kebenaran bahwa keputusan mereka itu salah mereka. Tapi kami yakin kita di dewan tingkat PON, segala sesuatu akan berbeda. Kami memegang aturan secara tertulis,” urainya.

Dalam bandingnya ke dewan hakim PON XX, Budhi menegaskan pihaknya melayangkan beberapa permintaan. Pertama, meminta supaya membatalkan keputusan dewan hakim untuk memenangkan Papua Barat sebagai pemenang pertama dan Kaltim meraih medali perak. Kedua, menunda UPP sampai klir sesuai arahan dari hakim PON, tapi meskipun pada petang tadi UPP tetap dilaksanakan.
Ketiga, meminta karena ini poin sama, dalam arti unggul dalam segi poin, maka tidak ada yang menang. Sehingga pihaknya berharap itu menjadi juara bersama.

“Karena itu ada aturannya sesuai dengan surat edaran KONI Pusat tanggal 3 Oktober. Memang diusahakan dihindari, tetapi situasi kondisi untuk menghindari itu ya boleh dilakukan,” tegas Budhi.
Mengenai ketidakhadiran perwakilan Kaltim dalam UPP, Budhi menembahkan itu dilakukan sebagai bentuk sikap mereka dalam menjunjung aturan.

“Bukan menolak, itu bentuk sikap kami. Jika kami mengikuti, berarti kami sama halnya mengakui apa yang menjadi keputusan dewan hakim cabor. Dengan sikap kami tidak mengikuti UPP. Tolong hargai kami juga, bahwa kami masih melakukan upaya kepada dewan hakim. Jangankan UPP, medali yang sudah diperoleh saja bisa dicabut oleh dewan hakim sesuai aturan yang ada,” tutupnya.

Editor | TIM