Dinkes Papua Siap Keluarkan Edaran Tes SWAB Rp900 Ribu

JAYAPURA | PAPUA TIMES- Dinas Kesehatan (Dinkes) Provinsi Papua siap menindaklanjuti keputusan Pemerintah Pusat terkait biaya tes SWAB dan pemeriksaan RT-PCR Mandiri. Kementerian Kesehatan (Kemenkes) dan Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) telah menetapkan biayanya Rp900 ribu.

Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Papua, Dr Robby Kayame SKM M.Kes mengatakan menindaklanjuti penetapan batas harga tertinggi tes SWAB dan pemeriksaan RT-PCR mandiri atau tes usap tersebut, Dinkes Papua segara akan mengeluarkan surat edaran untuk pengawasan.

SIAPA CALON GUBERNUR PAPUA 2024-2029, PILIHAN ANDA
  • Add your answer
Poll Options are limited because JavaScript is disabled in your browser.

“Kami akan membuat surat edaran berdasarkan surat resmi dari Kementerian Kesehatan RI tersebut. Setelah dibuat surat edaran, kami tindaklanjuti dengan melakukan pengawasan kepada instansi-instansi yang melakukan tes usap,” kata Kayame kepada pers di Jayapura, Rabu (14/10/2020).

Menurut Kayame, penetapan batas harga tertinggi tes usap mandiri oleh pemerintah pusat sangat positif dan membantu membantu pemerintah daerah, lebih khusus masyarakat yang melakukan tes.

Saat ini harga yang dipatok bervariasi dan dinilai cukup mahal serta memberatkan masyarakat ekonomi bawah. Makanya, Robby berharap surat keputusan dari Kemenkes segera diterima Dinkes Papua sehingga bisa dikeluarkan surat edaran sebagai acuan pelaksaan tes.

“Kita menunggu surat dari Kemenkes ini supaya cepat kami terima. Karena surat itulah yang nanti menjadi acuan bagi kami di Provinsi Papua untuk menetapkan batas tarif tertinggi tes usap.“Intinya kita bersabar saja sebab kalau surat sudah kami terima akan langsung ditindaklanjuti,” terang dia.

Sebagian besar masyarakat di Kota Jayapura mengeluhkan harga tes usap mandiri pada sejumlah tempat pelayanan kesehatan yang mencapai diatas Rp1 jutaan. Mereka berharap campur pemerintah agar harga tes usap tidak membebani masyarakat yang saat ini sedang dalam kesulitan ekonomi akibat pandemi Covid.

Editor | EDWIN RIQUEN