JAYAPURA- Identifikasi Orang Asli Papua (OAP) yang mendiami wilayah perbatasan Papua (RI) dan Papua New Guinea (PNG) hingga kini belum tuntas. Hal itu disebabkan cara hidup masyarakat tersebut yang berpindah-pindah tempat. Kendala lainnya adalah tidak adanya batas wilayah yang jelas dan masih berpatokan pada garis bayangan seperti gunung dan sungai.
Demikian dikemukakan Kepala Biro Perbatasan dan Kerjasama Luar Negeri Papua (PKLN), Suzana D Wanggai,S.Pd menginteraksi temuan Pemerintah Kabupaten Keerom tentang adanya wilayah tak bertuan di Keerom tepatnya di Distrik Yaffi.
Menurut Suzana Wanggai dengan patokan batas wilayah seperti garis sungai dan gunung menyebabkan Pemerintah Papua kesulitan untuk mengindentifikasi penduduk di wilayah yang berbatasan langsung dengan negara PNG. “Mereka hidup berpindah-pindah sehingga sulit menentukan kewarganegaraan mereka. Apakah warga warga kita (RI) atau PNG,”katanya.
Untuk mengatasi masalah tersebut, kata Suzana Wanggai, maka diperlukan kerjasama dengan semua pihak untuk verifikasi dan identifikasi batas wilayah dan kewarganegaraan. Penanganannya juga diperlukan kehati-hatian mengingat kompleksitas diperbatasan mencakup garis batas wilayah dan kependudukan.
Wanggai menegaskan pemerintah memberikan perhatian khusus kepada masyarakat yang berada di perbatasan. Oleh karena itu, masalah-masalah kependudukan diselesaikan dengan kerjasama antar pemerintah RI-PNG. Misalnya, ada OAP yang tinggal di wilayah PNG maka yang bersangkutan harus kembali ke Papua (RI). Begitupun jika ada warga PNG yang bermukim di wilayah Indonesia maka yang bersangkutan harus pulang ke negaranya.
Langkah kongkritnya adalah join verifikasi antara pemerintah RI dan PNG dengan meninjau langsung pemukiman masyarakat serta melakukan identifikasi bersama sehingga penyelesaian masalah tersebut secara seksama.
Seelumnya, Asisten Bidang Pemerintahan Kabupaten Keerom, Sucahyo Agung seperti dikutip Tabloid Jubi Online mengatakan bahwa di Distrik Yaffi,terdapat wilayah tak bertuan yang luasnya sekitar 2000 kilometer persegi (km²).
Sucahyo Agung menjelaskan, dari titik koordinat batas Indonesia dengan titik perjanjian antara Inggris dan Belanda (1895), terdapat jarak sepanjang 5 kilometer. Di situlah terdapat 12 dusun yang dihuni 160 kepala keluarga. “Kalau ditanya mereka mengaku orang Indonesia, memang dulunya mereka adalah warga negara kita, namun karena ada operasi militer pada tahun 80an, mereka lari ke daerah tersebut dan menetap,” kata Sucahyo saat tatap muka dengan Komisi VI DPR RI, di Jayapura, Senin (30/7/2018).
Di samping ketidak jelasan status, wilayah itu sering terdapat peredaran miras oplosan dan ganja yang dilakukan masyarakat setempat. Bahkan kata ia, TNI tidak berani mengambil tindakan dengan keluar dari titik koordinat batas Indonesia, begitu juga dengan pihak Papua Nugini (PNG).
Editor: HANS BISAY