Kemiskinan Anak Tertinggi Terjadi di Papua, Papua Barat, dan NTT

JAKARTA- Provinsi Papua, Papua Barat dan Nusa Tenggara Timur menempati posisi tertinggi angka kemiskinan anak, masing-masing sebesar 35,37%, 31,03% dan 26,42%. Adapun angka kemiskinan anak terendah berada di provinsi Bali, DKI Jakarta dan Kalimantan Selatan dengan persentase masing-masing 5,39%, 5,55% dan 6,06%.
Namun jika diakumulasi, angka kemiskinan anak di Pulau Jawa cukup tinggi, yakni 47,39%. Angka kemiskinan anak tersebut tertera dalam Buku Analisis Kemiskinan Anak dan Deprivasi yang disusun Badan Pusat Statistik (BPS) bersama dengan Unicef.
Dalam buku tersebut disebutkan kemiskinan anak bisa melonjak hingga empat kali lipat apabila garis kemiskinan meningkat dua kali lipat dari level semula. Angka kemiskinan anak itu ditetapkan berdasarkan batas garis kemiskinan anak Rp24.000 per orang per hari. level yang dipakai itu dua kali dari garis kemiskinan nasional sebesar Rp12.000 per orang per hari.
Kepala BPS Kecuk Suhariyanto mengatakan kemiskinan anak yang dikaji BPS dan Unicef tidak hanya melihat aspek moneter semata. BPS menggunakan pendekatan Multiple Overlapping Deprivation Analysis (MODA), yang mengukur kemiskinan anak dengan enam dimensi, yaitu perumahan, fasilitas, makanan dan nutrisi, pendidikan, perlindungan anak dan kesehatan.
Analisis ini, lanjut Kecuk, hanya fokus pada anak usia 0-17 tahun. Hasil MODA ini menunjukkan 89,57% anak dalam rentang usia tersebut mengalami deprivasi setidaknya pada satu dimensi dan 64,95% memiliki deprivasi lebih dari satu dimensi.
Menurut data tersebut, anak 0-4 tahun mengalami deprivasi kesehatan dan 5-17 tahun mengalami deprivasi fasilitas.
Kemudian 70% anak yang tinggal dengan kepala rumah tangga berpendidikan SD ke bawah berpotensi hidup di sekitar garis kemiskinan.
Keluarga yang memiliki 5 anggota keluarga termasuk ke dalam keluarga yang rentan terhadap kemiskinan.
Dari fakta-fakta ini, BPS berharap pemerintah memiliki kebijakan yang spesifik untuk mengatasi kemiskinan pada anak. “Harusnya kebijakan lebih fokus, tergantung pada umur anak dan asal daerahnya,” ujarnya di Jakarta.

Editor: BISNIS INDONESIA

Komentar