Dinkes Batalkan Integrasi JKN-KIS dan KPS

JAYAPURA (PTIMES)-Pemerintah Provinsi Papua melalui Dinas Kesehatan Papua memutuskan untuk membatalkan penandatanganan memorandum of understanding (MOU) dengan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Divisi Regional Papua dan Papua Barat untuk mengintegrasikan pembiayaan Jaminan Kesehatan Nasional-Kartu Indonesia Sehat (JKN-KIS) dengan Kartu Papua Sehat (KPS) untuk tahun 2019.

Kepastian pembatalan integrasi JKN-KIS dan KPS itu disampaikan Kepala Dinas Kesehatan Papua, drg. Aloysius Giyai, M.Kes di sela-sela Rapat Kerja Kesehatan Daerah (Rakerkesda) Provinsi Papua, Selasa (30/04/2019).
“Harusnya di kesempatan Rakerkesda ini kita lakukan MoU dengan BPJS. Namun karena masalah validasi data, kita putuskan pending tahun depan,” kata Aloysius.
Menurut Aloysius, pembatalan ini dilakukan karena dalam diskusi membahas integrasi JKN-KIS dan KPS antara seluruh kepala dinas kesehata dan direktur rumah sakit dengan pihak BPJS selama Rakerkesda ini, terjadi perdebatan yang alot tentang validasi data penerima manfaat dan belum sepakatnya upaya mengatasi pasien Orang Asli Papua yang belum memiliki Nomor Induk Kaependudukkan (NIK) alias tak punya E-KTP saat datang berobat.

“Permasalahan yang paling urgen adalah validasi data yang dimiliki oleh BPJS. Kita di Provinsi sudah siap membayar premi sebanyak 513.932 orang dengan total biaya Rp 142 miliar. Tetapi datanya tak dibuka oleh BPJS, berapa kuota tiap kabupaten. BPJS tidak bisa membuka by name by address per kabupaten. Belum lagi, ada kabupaten yang sudah membiayai BPJS dengan membayar dana PBI per tahun seperti Keerom yang berpotensi pendobelan. Ini berbahaya kalau diaudit, baik BPJS maupun Dinkes sama-sama kena,” kata Aloysius.
Oleh karena itu, kata Aloysius, pihaknya akan memberi kesempatan kepada semua Dinas Kesehatan di seluruh kabupaten/kota bekerjasama dengan Dinas Sosial dan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil agar selama tahun 2019 ini bisa merampungkan validasi data kependudukan dan sedapat mungkin membuat perekaman E-KTP bagi warga asli Papua.
Mantan Direktur RSUD Abepura ini menjelaskan, permasalahan lain yang diperoleh dari presentasi dinas kabupaten/kota, dana KPS yang sudah ditetapkan TPAD Provinsi Papua yang seharusnya diambil dari Dana Otsus kabupaten ternyata tahun ini tidak ada.
“Artinya, saat ini ketika kita belum MoU dengan BPJS untuk integrasi ini, pasien Orang Asli Papua di kabupaten akan terlantar karena KPS tidak ada. Oleh karena itu, semua Kepala Dinas dan Direktur rumah sakit di 29 kabupaten/kota kami semua tanda tangan dan menghadap Gubernur Papua dan Kepala BPJS untuk menyatakan bahwa tahun ini kami sepakat tunda integrasi. Tetapi saya minta kabupaten bekerja validasi data selama 2019 ini agar per 1 Januari 2020 tidak ada alasan apapun untuk ditunda,” tegasnya.
Aloysius juga memastikan bahwa untuk pelayanan kesehatan di tiga rumah sakit milik Pemprov Papua, rumah sakit mitra Pemrov Papua, RS rujukan luar Papua, klinik keagamaan dan penerbangan tetap berjalan selama 2019 karena dananya sudah dianggarkan.
“Yang bermasalah dengan penundaan ini ya pembiayaan Orang Asli Papua di rumah sakit kabupaten-kabupaten. Karena dananya awalnya diminta melekat di dana Otsus di kabupaten, ternyata tidak. Oleh karena itu, dana Rp 142 miliar yang rencana dipakai untuk membayar premi ke BPJS tahun ini, kami akan bikin surat ke Gubernur lewat TPAD agar ditinjau kembali dan bagaimana uang itu dibagikan kembali ke rumah sakit di kabupaten-kabupaten,” tegasnya.

Editor: GUSTI MR